もったいない (Mottainai) [Part 1]

Jung Jaehyun x Lee Hangyul

Notes : Diambil dari AU Gelap karya Meiri dan Nana, selingan doang sambil bangun mood buat lanjutin. Lokal!vibes dan mengandung unsur sara

[Trigger warning; mention insecurities, implicit scene, drugs,smoking,rough, mention sex scene,BXB,etc]

もったいない (Mottainai) secara harfiah artinya boros, namun bisa juga berarti sesuatu yang disia-siakan. Dan bisa saja yang disia-siakan itu adalah sesuatu yang berharga, seperti Mahawira misalnya?

Masuk pukul sembilan, lalu lanjut pergi ke perpustakaan kota, dan balik lagi jam empat buat kelas selanjutnya dan keluar setengah enam malam adalah kesehariannya yang lagi rutin-rutinnya ia jalani sekarang. Mahawira Abayomi Langit. Si anak Lanang perantauan, atau fuckboi Jakarta medok, kalau kata anak tongkrongannya. Ya siapa lagi lah Raja sama Dewa. Gak akan jauh dari situ-situ aja circle dia. Bukannya gak mau bergabung atau hang out sama teman-teman yang lain, yang mana Wira juga anaknya ramah dan bersahaja gitu, yang bisa dibilang orang-orang bakalan nyaman sama dia. Terlebih teman-teman sesama “Jawa”nya juga gak sedikit. Tapi emang Wira mah anaknya gak suka nongkrong gak jelas, hamburin duit di tempat gak berguna, jadi ya dia milih buat membatasi diri aja biar ga boros atau foya-foya. Dia cenderung beli apa yang dia butuhkan daripada yang ia inginkan.

Kalau ke bar atau cafe gitu juga kalau bukan Dewa yang keluar uang, mana mau dia keluar. Sama Raja juga gitu. Raja lebih sering minta diantar beli baju atau sepatu. Lalu berakhir beli makan yang banyak banget sampai perut mau meledak. Tapi bukan maksud Wira matre ya. Wira cuma hidup realistis. Lagian ada masanya Wira yang traktir Dewa sama Raja.

Aneh banget. Kok bisa ya Raja Wira dan Dewa menjadi paket komplit. Kemana-mana selalu bersama, meskipun banyak bertengkarnya. Dimana ada Raja dan Wira, disana akan ada Dewa juga. Raja dan Wira satu kelas, tentu mereka akan lebih sering bersama. Tapi dengan bonus kehadiran seorang Dewa yang literally anak Sastra, yang kadang jadwalnya berbeda, mereka akan tetap terlihat bersama.

Malam ini, Wira dan Raja baru saja mengakhiri kelas. Tangannya merogoh saku mengambil handphone dimana chat masuk mulai ia baca satu persatu. Matanya melebar senang kala melihat SMS masuk dari mbanking. Transferan masuk nih, goda Raja, yang berbalas cengiran sok tampan dari Wira. Setelah menjawab iya dan terimakasih, Wira membuka chat lainnya.

Elang agraria 17

Anak ini. Langganan Wira banget. Gak tahu apa yang membuat Elang betah banget pakai jasa dia. Entah cuma sekedar blow job sekejap, sampai main hingga pagi, Elang akan selalu memesan jasanya.

Sejauh ini, Wira gak masalah selama anaknya gak bocor. Cuma Elang yang tahu. Ya sama Pak Ares juga. Tapi kalau Pak Ares, Wira percaya dia akan tutup mulut. Kalau Elang, kadang-kadang Wira tetap takut. Takut dia tak sengaja membeberkan apa yang selama ini jadi rahasianya. Takut tak sengaja mengungkap siapa Mahawira yang sebenarnya.

Wira juga bingung. Mahawira yang sebenarnya itu yang mana. Anak ibu dan bapak yang rajin belajar, atau sosok manusia nakal dibalik akun michigesseo ,yang bersedia membuka DM untuk jenis transaksi haram dengan menjual tubuhnya setiap malam.

Wira tak tahu. Wira tak tahu yang mana jati dirinya. Yang ia tahu, ia hanya menjalani hidup apa adanya.

Jari-jarinya mengetik pesan balasan pada Elang, memberi kabar bahwa malam ini, di jam yang Elang inginkan,dirinya sudah ada yang memesan. Tersirat rasa kecewa dibalik oh..ok dari Elang di seberang sana. Wira juga tidak bisa menjanjikan apapun yang tak seharusnya ia berikan.

Wira berjalan menuju parkiran bersama Raja, empat langkah didepannya. Terlihat asyik dengan handphonenya. Bodo amat deh kalau dia tersandung. Salah sendiri jalan sambil main hp begitu.

“Wira”

Tangannya digenggam. Langkah Wira terhenti. Elang.

Wira melepas sebelah earphonenya,“ya?” Jawabnya sekenanya.

Elang menggaruk belakang lehernya canggung, sebenarnya Elang sendiri bingung kenapa ia memberhentikan Wira. Elang juga tak menduga bahwa akan berjumpa dengan Wira di parkiran.

“Kalau gak ada yang mauㅡ”

“Ada. Maksudnya ada yang mau gua omongin”

“Oh yaudah. Gimana?”

“Makan malam sama gue,bisa?”

Wira meneguk ludahnya canggung sambil menatap kanan kiri. Dibelakang sana Raja menunggunya ternyata.

“Maaf Lang.. Udah janji sama Raja.” Cicitnya.

Elang menghembus nafasnya pelan lalu mengangguk. Lagipula, ini diluar kendalinya.

“Ya udah deh. Hati-hati ya”

Wira mengangguk dan berpamitan. Berlari kecil menyusul Raja yang berteriak menyuruhnya cepat. Wira mencuri pandang pada Elang lalu meninggalkannya tanpa kata-kata lainnya.

Elang...kenapa jadi menggelikan begini?

“Itu siapa tadi? Bukan dari jurusan kita kan ya?” Raja mengambil helm sambil menatapnya selidik. “Anak agraria” jawabnya sekenanya. Memilih acuh dan memasang helm menyusul Raja.

“Ada urusan apa?”

“Nanyain nomor Pak Ares. Gua bilang nanti gua kirim”

“Mau apa nanyain nomor Mas Ares?”

Wira tertawa kecil lalu mengetuk kaca helm Raja,“kepo banget dih. Mentang-mentang ada yang nanyain nomor sugar daddynya”

Raja meninju perut Wira sambil menjerit sebal. “Goblok! Diem kek anjing?”

“Nyet ah sakit gila”

“Lo sih kayak Dajjal”

“Karena Lo Dajjal”

Sejujurnya, Wira berbohong dengan “punya janji sama Raja”. Karena yang ada, mereka pulang ke rumah masing-masing. Dan Wira membersihkan diri, luar dalam, bersiap untuk bekerja malam ini. Memoles bibirnya dengan lipbalm ceri kebanggaan, menyemprot parfum dan memakai lotion di sekujur badan. Mahawira dengan segala kemolekan tubuhnya. Dengan kemeja putih celana bahan dan berlapis jaket kesayangan, Mahawira mengawali langkahnya. Menjemput pundi-pundi uang untuk menghidupi perutnya seminggu ke depan.

Wira bergegas memasuki kamar 032, kamar yang sudah dibookingnya setiap malam Jumat. Merapikan seisi kamar dan menambahkan wewangian. Menyalakan lilin aromaterapi berwangi bunga mawar, dan mempersiapkan diri. Detak jantungnya berdegup normal. Ada sedikit rasa senang dan tak sabar dalam hatinya. Katakan Mahawira ini gila, sehari tidak “tidur” ,ia akan Tremor parah. Merasa dirinya tidak berguna dan hina, hingga tidak ada seorangpun yang mau menyentuhnya. Candu. Wira kecanduan. Rasanya sesak dan sakit jika tidak ada satu orangpun yang menyentuhnya. Dan itu beberapa kali terjadi. Bukan sekali dua kali Mahawira berakhir sendirian tanpa teman tidur. Membuatnya mengutuk dirinya sendiri. Memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis dengan penuh rasa sesak.

Dan jika sudah begitu, Dewa Arum yang ada di dial nomor daruratnya nomor 5 yang akan segera meluncur untuk menjemputnya. Biasanya dengan Raja. Mereka akan memeluk Wira semalaman, menenangkannya, membisikkannya dengan kata-kata sayang. Hingga Wira tertidur sambil menangis dipelukan keduanya. Hingga keesokan harinya tiba, dan mereka kembali memulai aktivitas seperti biasa.

Wira sungguh sangat menyayangi kedua sahabatnya. Mereka terlalu berharga dan Wira bersyukur karenanya.

Klik

Terlalu lama melamun, akhirnya dirinya melengok ke arah pintu. Clientnya datang. Memberinya perasaan bahagia. Wira berdiri dan tersenyum manis pada client yang baru saja memasuki kamarnya. Pria tinggi tegap, ditangannya terselip rokok yang masih menyala. Balas tersenyum pada Wira diseberang sana. Wira berjalan mendekat,“tetap disitu. Aku akan mendekatimu”

Wira terlihat berhenti dari langkahnya. Memilih duduk saat pria tegap itu mendekat ke arahnya. Wira duduk diujung kasur. Dagunya diraih oleh prianya. Dipaksa mendongak hingga rahangnya mendongak sempurna. Pria itu menghembuskan asap rokoknya sambil memasang seringai. Indah sih. Mahawira maksudnya.

Tangannya dibawa untuk mengelus pipi dan telinga kiri Wira. Terus seperti itu sembari merokok.

Hingga rokoknya menjadi pendek,pria itu menekannya diatas asbak yang tak jauh dibelakangnya. Pria itu kembali pada Wira, mengelus belakang kepalanya lembut dan tersenyum,“sori ya. Ternyata Lo bukan tipe gue. Gua cabut ya?”

Sedetik. Dua detik. Wira mengerjap bengong. Mencerna apa yang baru saja ia dengar.

“Hotelnya udah gue bayar kok. Dan gue juga gak akan minta refund. Lo ganteng sih, tapi gue maunya ngewe sama yang cantik, ramping, gemes gitu. Sori ya. Gue cabut”

Setelah kecupan diatas kening, pria tegap itu benar-benar pergi. Meninggalkan Mahawira di kamar 032 hotel di pinggiran kota, sendirian menertawai apa yang baru saja terjadi.

Satu jam sejak prianya meninggalnya sendirian. Wira memandang lurus pada cermin full body di sisi kasur. Menatapi bayangan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ini bukan kali pertama, tapi rasanya tetap ada nyeri di relung hati. Tetap ada gelenyar tidak menyenangkan yang merambat. Wira mengembuskan napasnya lalu tertawa kecil, lagi-lagi ditinggalkan karena bukan tipe mereka. Kurang apa Wira menjelaskan detail tubuhnya di akun nsfwnya, kurang apa lagi Wira memperlihatkan lekukan tubuhnya.

Maka semakin malam, detak jantungnya makin memburu. Gelisah. Dan pelan-pelan tangannya mulai gemetar dengan keringat dingin.

Wira mendecih lalu meraih handphonenya. Matanya menatap satu persatu kontak yang terakhir dia hubungi. Hendak menghubungi Raja, tapi nama Elang terlihat lebih menjanjikan.

Wira menimbang. Haruskah ia menghubungi Elang, ya Elang kelihatannya mau tidur dengannya malam ini. Lumayan, uang dari Elang jumlahnya selalu memuaskan. Selalu bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan, maka ia memutuskan untuk menghubungi Elang. Dan saat Elang menjawab akan segera datang, Wira merebahkan dirinya diatas kasur. Memejamkan mata sambil meremas handphonenya menunggu.

..

Elang seperti kesetanan. Melajukan motor besarnya dengan kencang memecah jalanan ibu kota. Senang. Rasanya senang akhirnya bisa menghabiskan malam bersama Wira. Entah sejak kapan elang memiliki obsesi pada Wira seperti ini. Jika ditanya Elang adalah salah satu anak orang kaya yang menghabiskan uangnya dengan memesan banyak jalang, jawabannya tidak terlalu benar. Karena ia tidak pernah berganti pasangan, sebelumnya. Sebelum mengenal Wira, Elang hanya akan memesan satu orang saja secara continue. Lalu ia bertemu dengan Wira dengan tak sengaja. Niat awal untuk mencari suasana baru. Namun lama-kelamaan menjadi candu. Elang hanya mau memesan Wira. Hanya mau menghabiskan malam dengan Wira. Hanya mau menghamburkan uang atau barang berharga lain yang tak terpakai dirumahnya untuk Wira. Elang hanya ingin Mahawira.

Tangannya meraih kenop. Membuka pintu kamar 032, belum sempat berucap, tubuhnya ditabrak sosok yang seharian ini ia pikirkan.

Wira agak berjinjit meraup bibir Elang. Melingkarkan kedua tangannya dileher dan bahu Elang. Mengecup dan menciumnya rakus. Elang yang awalnya terkejut, akhirnya mulai mengikuti alurnya. Mulai menikmati sensasi nikmat dari kecupan kecupan rakus milik Wira diatas bibirnya.

Elang mengikis jarak keduanya, memeluk pinggang Wira, menariknya mendekat lalu membiarkan Wira kehabisan nafas. Wira meremas rambut belakang Elang, pasokan udaranya semakin menipis. Lututnya lemas seperti jelly yang senantiasa ditopang oleh Elang. Wira mulai melenguh semakin kencang.

Wira hanya bernafas untuk Elang. Dibawah kendali Elang, ia menyerahkan dirinya sepenuhnya pada elang.

Elang melepas ciumannya. Wira menunduk terengah-engah. Membiarkan dirinya direngkuh dan dipeluk oleh elang yang menertawakan keserakahannya pada tiap kecup yang diambil pada bibir Elang.

Elang mengusap pipi Wira, “gimana kalau tadi yang masuk bukan gue,hm? Lo main cium-cium aja…” Elang mengelus rahang Wira. Menyalurkan rasa nyaman pada Wira yang sekarang terlihat memiringkan kepalanya nyaman terhadap sentuhan kecil itu.

“Hhh..tapi buktinya...hhh itu Lo”

“Percaya diri banget”

“Lagian gue cuma hubungi Lo..”

Elang terkekeh kecil lalu mengecup hidung Wira sebentar. “Mana si tolol itu?”

“Hm?”. “Cowok yang ninggalin Lo”

“Oh.. gak tahu. Pulang beneran kali ya? Gua kan bukan tipe dia, ga cantik, ga ramping, ga seksi..” lalu Wira terkekeh. Tersirat sedikit rasa kecewa yang terpancar dibalik matanya.

Elang membungkam bibir Wira dengan satu kecupan,“bisa diem tidak Mahawira? Hm?”

“Faktanya kan?”

“No. Lo berharga dengan cara Lo sendiri. Lo indah dengan cara Lo sendiri. Persetan dengan standardnya dia. Lo gak pantes rendahin diri Lo kayak gitu”

Wira tertawa, “yang pantes rendahin gua cuma Lo, gitu?” Ujarnya menantang. Lalu Elang mengangguk sombong,“siapa lagi?”

Wira mendekat. Menggesekkan dadanya pada tubuh bagian depan Elang. Berjinjit sedikit mengecup jakun Elang. Lanjut memberi tanda diatas bahu lelaki didepannya. Memeluknya posesif meminta lebih.

“Gatel banget,Ra?” Ejeknya. Wira melenguh saat Elang mulai bermain nakal pada tubuhnya. Meremas pantatnya sensual, membiarkan Wira meminta akses lebih juga. Wira mendekatkan pantatnya pada tangan Elang. Merengek. Mau. Mau itu. Katanya.

“Sstt calm down, sayang. Jangan buru-buru. Nafas dulu. Nafas yang bener”

Wira menggeleng,“ngh Lang...kasarin. Ayo kasarin gue ayo ngh”

Elang kicep. Ia memilih mendudukkan tubuh Wira ditepi kasur,membiarkan Wira mendongak memohon pada Elang.

“Kasarin gimana,hm?”

“Gimana aja terserah Elang…” lagi-lagi merengek. Wira menyusrukkan wajahnya pada perut Elang yang terhalang fabrik kemeja yang ia kenakan.

Elang mengelus pelan-pelan punggung Wira memberinya perlindungan. Tubuhnya sedikit gemetar dalam sentuhan Elang.

Wira mengendus tubuh Elang yang bisa ia jangkau dengan hidungnya. Mengendus adik kecil dari balik celana. Melenguh merengek dan mendesah putus-putus.

“Kasarin...nghh kasarin”

“Ya gimana hm?”

Wira menarik tangan Elang, mengarahkannya pada leher jenjangnya.

“Ini gini. Coba. Gak sakit. Gak akan sakit”

“Gila?” Lalu Wira kembali merengek kala merasakan Elang hendak menjauhkan tangannya dari leher Wira. “hnggg gak akan sakit. Ayo kasarin”

Lalu Elang menjambak belakang rambut Wira, “kalau gua kasar, gua bakalan setengah-setengah. Tapi emangnya Lo sanggup hm gua kasarin?”

Wira membuka mulutnya. Mencoba meraup bibir Elang didepannya. Elang menarik rambut Wira lebih kasar. Menyentak agar Wira menjauh,“jawab dulu..”

“Kalau gua kasar, gua bakal rendahin Lo serendah-rendahnya. Lo mau? Dan gak akan bisa berhenti tengah jalan, ngerti?”

“Ngerti”

Elang terkekeh. Yakin banget Wira mau dikasarin. Elang mencium kening Wira sambil menyeringai,“Lo gak bisa mundur ya”

“Iya..nghh ga mundur. Bikin gua lupa sama cowok tolol tadi ya?”

Elang tersenyum,“iya”. Lalu bibir Elang kembali meraup bibir manis milik Wira. Menjambak rambutnya kencang ke belakang, membiarkan dirinya tunduk dalam kendali Elang saja.