Niもったいない (Mottainai)
Jung Jaehyun x Lee Hangyul
Notes : Diambil dari AU Gelap karya Meiri dan Nana, selingan doang sambil bangun mood buat lanjutin. Lokal!vibes dan mengandung unsur sara
Trigger warning; chocked, deepthroat,sex scene, spanking, doggy-style,rough,overstimulation, subspace,after care, sub!!gyul, etc.
もったいない (Mottainai) secara harfiah artinya boros, namun bisa juga berarti sesuatu yang disia-siakan. Dan bisa saja yang disia-siakan itu adalah sesuatu yang berharga, seperti Mahawira misalnya?
ㅡ
“Jangan begini.” Elang berusaha menurunkan kaki Wira yang masih mengungkung pinggulnya. “Lepas aja, gua gak kemana-mana.”
Wira menurut, tapi bibirnya masih mengejar. “Jangan lepas-hngh!” Kalimatnya tertahan oleh lutut Elang yang tiba-tiba menekan perutnya.
“Katanya tadi mau kasar?” Bisiknya disambar gigitan di bahu. Gigit, bukan cium. Wira mengeraskan cengkeraman tangannya di bahu Elang, alhasil menciptakan banyak deretan bekas cakaran dalam di sana.
“Terus-lagi-hhh..” ia terus meminta, napasnya sudah tidak beraturan.
Dengan sukarela Elang mengamini, ditekannya saluran napas Wira pelan-pelan, lama kelamaan makin menguat. Tangannya yang lain mulai menggenggam bagian bawah Wira, mengurutnya dengan ahli.
“Begitu? Maunya begitu, Wira?”
Sepertinya cengkeraman elang masih kurang kuat karena Wira masih bisa mencuri napas.
“Laghh..lagi..hh.. keras.. lagi..”
“Lagi? Kurang?”
Jemari kaki Wira mengejang ketika cekikannya diperkuat lagi, kali ini tidak ada setarikan napaspun yang lepas. Semakin kuat ia mencoba, semakin kuat juga Elang menahan, namun rasa sakitnya semua dikompensasi dengan tangan Elang yang masih terus menerus mempermainkannya.
“Tepuk kalo mau lepas.”
Tanpa membuang waktu, Wira menepuk punggungnya cepat. Elang langsung menarik diri.
“Segitu aja?” Ia menggoda, menyamankan diri di samping Wira yang kehabisan tenaga. Tangannya menampar kemaluan Wira yang berdiri tegak, membuatnya menggeram pelan dengan mata terpejam. Elang tak peduli.
“Liat bahu gua, merah semua gini lo cakarin. Kucing nakal.” Dia ngegumam sambil buka nakas di samping ranjang. “Loh, Ra? Gak ada kondom disini?”
Wira ikut ngelongok. “Di kantong belakang celana gua ada.” Elang membalik tubuh Wira, dirogohnya kantong belakang celananya sambil sesekali meremas dengan sengaja belahan pantat Wira yang menggoda.
Hasilnya nihil. Hanya ada beberapa lembar uang tunai saja disana. Elang menggigit pundak Wira menghasilkan remasan dan erangan terkejut dari sang pemilik badan.
“Gua beli kondom dulu”
Elang melepas ikat pinggang Wira terburu-buru, menempatkan kedua tangan dibelakang tubuhnya sendiri. Wira mendongak menatap Elang dari tempatnya mengambil duduk. Wira menyeringai sedikit, Elang benar-benar distraksi terindah yang Wira punya.
Elang mengencangkan ikatan sabuk Wira pada kedua tangannya,mengunci pergerakan submisifnya. “gua ga lama” Elang mengangkat rahang Wira sedikit kasar. Dilumatnya bibir merah membengkak itu sekali lagi, rambutnya kembali dijambak dan lidahnya menerobos masuk secara serampangan.
Tubuh Wira terangkat dengan satu kali hentakan, Elang melempar sedikit tubuh Wira ke atas kasur. Membiarkan kasur hotel itu berderit kaget. Wira melenguh panjang, tubuhnya dibiarkan telungkup tanpa bisa bergerak lebih.
Pantatnya sengaja ia angkat dan jangan lupakan goyangannya. Elang tertawa remeh lalu memilih keluar untuk segera membeli kondom yang ia butuhkan. Tangannya memutar kunci agar tidak ada yang datang, Elang tidak ingin berbagi Mahawira. Pada siapapun.
ㅡ
Sepeninggal Elang, Wira diburu rasa panas dan gatal yang menderanya. Segitu inginnya ia disentuh karena sudah terlanjur jauh. Tubuhnya dibawa telungkup, bagian depan dirinya sengaja digesekkan pada sprei dibawahnya. Pantatnya dibawa menungging lebih tinggi, menggesek guling dengan kemaluannya. Melenguh dan mendesah, mengeluarkan liur karena sudah hilang akal. Badannya panas. Ingin disentuh. Maka ia menangis. Mengejar nafas yang beradu dengan gairah hewaninya. Wira merintih, kembali menggesekkan tubuh depannya lebih kasar pada fabrik dibawahnya.
“Elanghh…” entah mengapa rasanya sangat lama. Wira berusaha mencapai lubang senggamanya, namun sulit. Elang mengikat tangannya terlampau kencang. Wira bertumpu pada lutut, dengan sengaja menggesekkan penisnya pada guling, menekannya lalu kembali menggeseknya. Begitu terus hingga rasanya semakin gerah. Wira mendesah frustasi, cairan precum mengucur. Membasahi kain yang melapisi guling dan kasur dibawahnya.
Wira meraung kecil. Tidak cukup. Maka ia meremas pantatnya kencang, berharap rasa puas menghampirinya.
“Elang nghh…”
Elang membuka kenop pintu, mendapati Mahawira diselimuti kabut nafsu. Sprei kasur hotel itu sudah tak karuan. Terlalu kusut karena gesekkan Wira. Dibawah tubuh Wira, Elang bisa dapati sesuatu yang basah. Elang terkekeh geli lalu menampar bokong Wira agak kencang. Menimbulkan pekikan dan lenguhan yang bercampur baur dari celah beri Wira.
“Gak sabar banget ya?”
Elang meremas penis Wira yang memerah. Semakin basah dan semakin keras. Wira membuka mulutnya, berburu oksigen yang susah sekali masuk kedalam parunya. Elang mengocok penis Wira dengan cepat. Membuat Wira merasakan nikmat dan ngilu yang berlebihan, ia mendongakkan kepalanya tajam, melenguh dan mendesah kencang-kencang. Menumpukan kepalanya pada bahu Elang, sesekali menggigitnya karena rasanya terlalu membuatnya melayang.
Wira mengejang, menjemput klimaks pertamanya. Elang meremasnya kala pelepasan, membuat tubuh Wira meronta karena rasanya terlalu banyak.
“Toㅡnghh tolong ahh”
Elang meremas leher Wira, menggigit bibir bawahnya sensual, mengunyahnya sebentar lalu menampar pipinya kencang-kencang, karena beraninya Mahawira membasahi celana jeans-nya.
“Gak cukup Lo bikin bahu gua merah-merah hm? Sekarang malah basahin celana gua juga? Wira ini mau dihukum gimana lagi hm?”
Wira menjerit tanpa suara, Elang menekan penisnya dengan lututnya main-main, membuat bulu kuduknya kembali berdiri. Tubuh Wira meronta, kakinya mengejang, jemari kakinya meremas ujung kasur.
“Lagiㅡhhh lagi! Enak”
Elang menggeleng, membanting tubuh Wira dibawah kungkungannya. Tangannya menggenggam tangan Wira diatas kepalanya. Kembali memberi tanda pada dada dan perut. Wira menggeleng kacau, “jangan leher ahhh”
Elang menggigit bahu Wira, menjilatinya dan memberi tanda disini dan disana. Ia beralih pada ketiak Wira. Wangi lotion yang Wira pakai menyengat pada inderanya. Lidahnya kembali menelusuri kulit itu. Polos bagai kanvas dan lidah elang adalah kuas penjelajahnya. Elang menjilat ketiak Wira sekali lagi. Kanan dan kiri. Membuat Wira kembali frustasi.
“Ayo nghh ayo jangan lama-lama” Wira sengaja menggoda elang dengan menggesekkan lututnya pada celana Elang. Berharap kebanggaannya membesar dibalik celana jeansnya. Elang menamparnya lagi. Pipi kanan, kiri dan penisnya yang semakin mengeras dan menantang menegak.
“Bisa-bisanya” ujarnya tak habis pikir. Maka elang dengan senang hati membuka seluruh bajunya, menemani Mahawira yang sudah telanjang sejak tadi. Elang merobek bungkus kondom lalu memasangnya pelan-pelan. Wira menatapnya lapar. Penis itu. Penis milik anak Agraria itu. Beberapa kali membuatnya kewalahan dan menjemput nikmat. Wira merindu. Merindu pada rasa sakit yang bercampur nikmat.
“Buka Lang...mohonㅡ Wira mohon” katanya. Lalu senantiasa Elang membuka ikatan sabuk pada pergelangan tangan Wira, membuatnya melompat memeluk Elang sedetik setelahnya. Wira kembali meraup bibir Elang. Menggesekkan dadanya pada dada Elang. Elang memeluknya dengan sebelah tangan, yang mana tangan yang lain dipakai untuk melakukan fingering pada analnya.
Elang mencium pipi Wira singkat,“nanti gua keluar dimuka Lo ya”
Wira mengangguk kencang. Mau. Wira mau. Wira mau wajahnya dilelehi oleh sperma Elang. Lalu tanpa basa-basi, Elang kembali mencekik leher Wira. Membelenggu saluran pernapasannya. Wira memerah. Oksigen yang masuk tertahan diujung sana. Elang mempererat genggamannya, dan mengangkat tubuh Wira dengan kedua tangannya. Wira mengejang, meronta, menggenggam tangan Elang sekuat yang ia bisa. Matanya menatap lurus pada onyx Elang. Ia mendapati dominantnya menyeringai. Kaki Wira dibawa melingkar pada pinggang Elang, lehernya mendapati genggaman yang lebih kencang dari sebelumnya, maka Wira menepuk bahu Elang buru-buru, takut ajal menjemputnya sebelum nikmat.
Lalu Elang membanting tubuh Wira pada kasur. Dan membuka tungkainya lebih lebar. Wira terbatuk dengan diri semakin terbakar nafsu. “Kayaknya gak butuh pelumas ya sayang?”
Netra Wira terbalik penuh nafsu. Sekujur tubuhnya sudah merah dan basah. Bahkan saat tiga ruas jari Elang masukpun, Wira tidak kesakitan. Tubuhnya malah menjemput jemari Elang didalamnya.
“Gua masuk kalau gitu. Lo keliatannya udah siap”
Elang bertumpu pada lutut, menatap Wira dibawah tubuhnya lembut, anak ini bisa-bisanya meminta untuk dikasari. Tak apa. Elang suka. Hanya saja adrenalin terpacu lebih cepat, membuatnya sulit untuk menahan diri.
“Aㅡ ah! Nghh astaga”
Wira meremas punggung Elang, kepala penis Elang masuk pelan-pelan. Menyapa prostatnya dengan tenang. “gede! Ahhh anjing ah gede banget”
Plakk
“Your words sweetie”
Airmata itu entah kenapa tak terbendung. Wira menangis disela desahannya. Tubuh Elang maju mundur dengan pasti. Ujung penisnya menyentuh titik termanis didalam dirinya. Elang menahan pinggang Wira, mempercepat tempo permainannya. Maju mundur, tusuk, tampar, jilat, gigit dan kecup. Aktivitas elang pada tubuhnya membuat Wira semakin basah. Tubuhnya bergetar kecil sambil mendesah. Nikmat. Rasanya terlalu banyak. Wira menangis. Meronta, mendesah kacau, penisnya basah. Lubangnya basah. Tubuh atasnya basah, memerah dengan sempurna karena oksigen tetap susah masuk kesana. Mulutnya terbuka, air liur sesekali menetes pada pipi dan dagunya. Beberapa kali tersedak dan terbatuk. Suaranya perlahan menjadi serak.
Kukunya menancap pada pinggang Elang. Sakit, tapi nikmat. Wira tak mau Elang berhenti.
“Manis banget sayang” katanya. Elang mengusap pipi Wira lembut, mengecup ujung hidung dan keningnya sambil tetap menggenjotkan kebanggaannya. “m-mau keluar Lang..nghh m-mau keluar” Wira merengek. Tapi Elang tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Maka ia membalik tubuh Wira hingga menungging, dan kembali memaju mundurkan pinggangnya brutal. Membuat tubuh Wira terhentak kacau, Elang memeluk perut Wira, tak membiarkannya tumbang.
“Enak…ah!”
Tanpa sadar, Wira menggerakan tubuhnya berlawanan dengan aktivitas Elang. Membuat penis Elang, menjauh semakin jauh, dan menusuk semakin dalam. Kegiatan mereka memanas. Suara kulit yang beradu semakin kencang pada indera pendengaran. Pendingin udara sudah kehilangan pekerjaannya.
Kedua insan itu dimabuk kepayang. Diselimuti napsu birahi yang tak tertahankan.
“Ngh ngh ahh... elang!! Gede banget”
Elang menampar pipi pantat Wira. Membuatnya menjadi merah menggoda. Elang kembali memberi tanda diatas punggung Wira, yang katanya ingin ia gambari tattoo disana.
“Iniㅡnghh ini” tangan Wira dengan gemetar membimbing jemari Elang pada kedua nipple yang mencuat didadanya. Maka, elang senang hati mengerjainya.
Wira sudah hilang akal. Kalau kata Dewa, Wira sudah tolol karena terlalu banyak nikmat yang menghampirinya. Dan anaknya tak keberatan. Wira suka diewe sampai tolol begini.
Elang merasakan penis Wira membesar. Sebentar lagi pasti meledak. Maka, ia menggenggam penisnya, memberinya pijatan dan rangsangan lain, membuat Wira mendesah kencang kala menjemput pelepasan keduanya yang luar biasa.
Elang mencabut penisnya, menarik tubuh Wira hingga berjongkok dilantai, disisian kasur. Elang duduk sambil menyodorkan penisnya pada wajah Wira. Wira dengan senantiasa memasukan lolipop besar itu pada mulutnya. Membasahinya, melilitnya dengan lidahnya, memasukkannya pada kerongkongannya.
Wira menekan kepalanya mendekat, membiarkan penis itu menabrak jauh kedalam tenggorokannya. Membuatnya sulit bernafas dan sedikit mual. Rahangnya dipaksa terbuka lebar karena ukuran penis Elang yang bersarang di mulutnya.
Wira kehabisan nafas, matanya terbalik hawa nafsu, Elang menarik tubuhnya sedikit menjauh, membiarkan Wira bernafas, Wira terengah sambil terbatuk, tapi tangannya kembali menarik pinggang Elang mendekat, melakukan deep throat secara kontinyu pada dirinya sendiri.
“Calm down, Ra...nanti Lo kesakitan” Tapi Wira tak menghiraukan perkataannya. Ia kembali melesakkan penis Elang, dengan sengaja melumurinya dengan liurnya, dan membiarkan tenggorokannya terhalang.
Elang menjambak rambut belakang Wira, memaju-mundurkan kepala dan penisnya berlawanan, membuat Wira memekik kesenangan.
“Ra..nghh enak banget mulutnya”
Wira mempermainkan buah zakarnya, memijatnya dengan lihai, membuat cairan Elang menembak jauh kedalam mulut Wira sedetik setelahnya. Elang menarik penisnya, sisa-sisa spermanya dibiarkan membasahi wajah Wira.
Malam ini terasa sangat panjang dan panas. Wira merosot ambruk menubruk pinggang Elang. Elang menggendongnya pelan-pelan, membiarkannya berbaring nyaman diatas kasur. Lubang Wira masih meneteskan cairan sebab kegiatan tadi. Nafasnya memburu. Terengah. Matanya tak sanggup terbuka lebar. Wira merintih dengan sisa-sisa tenaganya.
Elang menggeleng, malam ini Mahawira sukses masuk subspace,terlihat dari cara ia tak ingin berhenti. Elang yang ngilu sendiri. Takut dirinya kesakitan sebab over stimulation
“Sakit?”
Ditatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, Mahawira jauh dari kata baik-baik saja. Bekas tamparan dan gigitan disekujur tubuhnya tercetak jelas. Belum lagi bekas cekikan dilehernya.
Elang meringis. Pasti sakit. Elang meraih keresek belanjaannya tadi. Selain kondom, ia juga membeli roti, air minum dan tisu basah. Tak lupa membeli Betadine atau Vaseline berjaga-jaga ia akan membutuhkannya. Elang membuka bungkus tisu basah, membersihkan lubang anal dan penis Wira pelan-pelan. Lalu ia menarik tisu basah lainnya, mengelap keringat ditubuh bagian atas Wira.
Elang mengoleskan Vaseline dibeberapa tempat yang pastinya berdampak lecet keesokan harinya. Wira mengerang, ada sensasi dingin yang menyapa beberapa titik tubuhnya.
Elang mengelap tubuh Wira dengan tisu basah yang lain. Mengelap keringat didahi Wira dan membubuhi kecupan agak lama diatas keningnya.
Elang menggendong tubuh Wira pelan-pelan, memindahkannya pada sofa diujung sana, lalu bergegas mengganti sprei dan menarik selimut dari dalam lemari hotel. Elang mengembalikan Wira, membaringkannya nyaman diatas kasur yang sudah diganti spreinya.
Dibawah cahaya bulan menjelang pukul dua malam, Elang menatapi pahatan Tuhan diatas sosok Mahawira. Sosok yang beberapa bulan belakangan membuat Elang mabuk kepayang.
Elang menarik selimut, menariknya hingga sebatas dagu. Tangannya dipakai untuk mengusap pipi Wira yang terlihat tertidur.
”...peluk” racaunya. Maka tanpa basa-basi, Elang menyamankan dirinya setelah mengirim pesan pada seseorang dengan nama kontak Raja Manja di handphone Wira yang hanya terkunci sidik jari saja. Elang meminta Raja untuk menjemput Wira keesokan harinya, karena tahu bahwa Wira takkan sanggup berdiri dengan kakinya sendiri.
Elang menggeser tubuhnya, memeluk Wira pelan-pelan takut membangunkan. Ditatapnya sekali lagi wajah Wira dari samping. Bulu mata yang lentik, bibir ranum merah merona dan hidung mancung. Tuhan dalam mood yang baik saat menciptakan Mahawira Abayomi Langit.
Wira membalik tubuhnya, memeluk Elang tanpa ragu, menyusrukkan hidungnya pada leher Elang. Elang sempat tersentak kaget, namun akhirnya memilih menerimanya. Biasanya Mahawira akan menghilang setelah pukul empat pagi setelah kegaiatan malam mereka. Maka elang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi bisa tidur dengan damai sembari memeluk bidadari manis seperti Mahawira?
“Lo indah banget. Bisa gak sih gak bikin jantung gua ribut begini, Ra?”
Fin
ㅡMeiri🍑