Meiri

kucing kecilnya kakak.

top! Ccn bot! Ksw

cw : sex scene, whinny-sun, shapeshifter!sun x human!ccn, anal fingering, anal sex, handjob, nipple-play, semi public sex, etc.


Setelah mengunci layar handphonenya dan tertawa sedikit, pemuda bernama Choi Chanhee itu segera beranjak menuju tempat dimana si kecil Sunwoo bersembunyi darinya. Kakinya yang panjang segera ia bawa menuju kamar Juyeon.

Mandi memang tidak pernah menjadi kegiatan favoritnya. Kucing hitam kecil itu selalu penuh drama setiap kali disuruh mandi.

Mandi saja ia susah, apalagi dimandikan Choi Chanhee.

Agenda itu adalah sesuatu yang buruk dari yang terburuk. Karena sepanjang mandi, Choi Chanhee akan menjadi seseorang yang tak punya hati. Menggosok muka dan punggung Sunwoo kuat-kuat sambil mengomel dan menggerutu lamanya.

Mulut ceriwisnya akan dipakai untuk menceramahi Sunwoo, berkata ia harus begini begini begitu, dari A sampai Z. Tentu kucing kecil itu akan lari menjauh dari jangkauan Chanhee, meski rasanya tidak mungkin.

Kucing hitam yang semula bergelung ketakutan di balik selimut Juyeon itu kini berubah menjadi pemuda berpinggang ramping, dengan warna kulit khas madu. Menggeleng ribut dan mengeluh kesal saat tangannya dicengkram oleh Juyeon agar tak kabur kemana-mana.

Kakinya ia pakai menghentak kesal karena Juyeon masih tidak mau bernegosiasi dengannya.

“Mandi doang Sunwoo, istg kenapa banyak drama sekali sih”

Wah telinga kucing dan ekornya menegak saat suara halus itu mulai masuk ke inderanya setelah bunyi pintu dibuka.

Matanya membelalak kaget dengan muka pucat pasi, kembali memberontak dengan heboh berharap Juyeon lepaskan genggamannya, “ah ah gak mauuuu AAAAA gak mau mandi sama kak Chanhee!”

Chanhee merenggangkan otot-ototnya dan mengambil alih tangan Sunwoo yang dari tadi dicengkram Juyeon, “nih” ujarnya. “Sekalian double cleansing wajahnya juga, Chan. Tadi dia dipegang-pegang orang-orang yang gemes sama dia”

“Oh ya? Pas main juga masuk form kucingnya Ju?”

“Enggak, pas pulang.. soalnya dia ngeluh gak mau jalan, akhirnya berubah biar digendong Kevin”

“HEY PERMISI DISINI ADA AKU LOH KOK DICUEKIN? PLEASE LEPASIN TANGANKU AAAAAAAAAAAAAA MERAH MERAH INI! AKU GAK MAU MANDI SAMA KAK CHANHEE! AKU JANJI MANDI SENDIRI!”

Chanhee menyumpal mulut berisik Sunwoo dengan roti yang sedari tadi ia bawa, “yaudah Ju, gue mandiin ya”

Juyeon mengangguk dan membiarkan si Sunwoo Sunwoo itu diseret keluar dari kamarnya meski masih bersungut-sungut tak suka.


“Mandi doang gak usah banyak drama! Kakak gak nyiksa kamu loh, cuma mandiin?”

“Tapi kakak berisik! Akunya selalu dimarahin”

“Harusnya kamu ngerti kenapa kakak marahin kamu, naughty ass cat” ucapnya sambil menepok pantat sintal Sunwoo yang tengah ia lucuti pakaiannya.

“Ish! Kakak ini no jam, wuuuuu!” Ucapnya sambil mengacungkan jempol terbalik didepan muka Chanhee. Pemuda ramping itu hanya menghela nafas sambil menggeleng.

Bathtub telah terisi air hangat, kaki Sunwoo segera dibawa masuk kedalam sana. Pemuda kucing itu bergidik, telinga dan ekornya menegak merasakan sensasi saat setengah badannya terendam air.

Chanhee segera menata barang-barang yang diperlukan saat memandikan kucing besar ini. Ia biarkan si kecil itu menyesuaikan diri dengan suhu air.

“Sana keluar, aku mau mandi”

Diusir begitu membuat Chanhee mendelik, “gue mandiin.”

“Ah! Gak usah kak! Mandi sendiri aja~ sana pergi shoo shoooo”

Tangan Sunwoo mendorong-dorong tubuh Chanhee agar menjauh. “Kalau mandi sendiri kurang bersih, Sunwoo”

“Bersih ah bersih, sana pergi ajaaaa”

“Lo itu habis dipegang-pegang orang astaga, sini gue mandiin!”

Chanhee berdecak saat Sunwoo malah menyipratkan air padanya. Emosinya malah semakin memuncak. Sudah cemburu karena tau Sunwoo dipegang orang lain, sekarang anak nakal itu malah enggan disentuh olehnya.

Keduanya masih adu mulut hingga kamar sebelah dan ruang tengah bisa mendengar cekcokan mereka.

“Ada yang ngamuk?” Kevin menoleh sedikit ke belakang saat tangannya sibuk mengeringkan rambutnya. “Yaiyalah, kucingnya dipegang-pegang orang sih” jawab Juyeon sambil sedikit tertawa remeh.

“Najis! Chanhee cemburuan banget, ewh”

Diseberang sofa sana ada Changmin yang duduk bersila sambil menyantap oatsnya mencibir sahabatnya yang selalu cemburuan itu.

“Taiii! kayak lo nggak asem aja liat nunu ditoel toel pipinya sama stranger”

Oh, sial. Jawaban Juyeon setidaknya menyenggol harga diri Changmin.


Lima menit berdebat, tidak ada yang mau mengalah. Sunwoo tetap bersungut-sungut mengusir Chanhee, sedangkan yang diusir semakin diuji kesabarannya.

“Kalau gini gak mandi mandi nih gue ah!”

Sunwoo membuang muka dan segera menggosok badannya sendiri. Membiarkan hening kini menggantikan bising.

Sunwoo masih sibuk menggosok leher dan bahunya sampai ia merasakan riak air disekitarnya, gelombang air meninggi hingga sedikitnya luber kemana-mana. Oh seseorang masuk kedalam bathtub menyusul Sunwoo. “AH KAK CHANHEE! KALAU GINI GUE GAK MANDI MANDI!”

“sstt”

Oh God, bulu kuduk Sunwoo meremang. Deru nafas dan bisikan Chanhee terlalu dekat pada cuping telinganya. “Gak usah banyak bacot”

Anghh...

“Ka-kakak! Kalau begini yang ada gak mandi?!”

Seketika badannya mengejang kaget karena sebuah tangan melingkar pada sesuatu yang seharusnya tidak disentuh.

“Ih ah lepas, katanya disuruh mandi nghh”

Lengan itu malah semakin melingkar pada pinggang rampingnya, “salah siapa genit ke orang-orang”

“Aduh!”

Pahanya ditampar didalam air membuatnya terkejut.

“Kakak nghh kalau gini, gak mandi mandi..”

Rahangnya diraih, kepalanya dipaksa memutar menoleh kearah Chanhee dan bibirnya diraup begitu saja sebegitu rakusnya. Sunwoo meremas tangan Chanhee yang mengunci pergerakannya. Sunwoo buru-buru melepaskan ciumannya dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya, ia mundur menjauhkan diri dari Chanhee namun pemuda berkulit putih itu tak membiarkan Sunwoo kabur, malah diangkatnya pantat Sunwoo dan ia remas-remas dengan sengaja. Oh tak lupa Chanhee menggoda ekor sensitif Sunwoo juga.

“Ahh kakak ahhhh”

“Berisik amat sih, gini doang juga”

Jemari lentik itu pindah menuju penis Sunwoo yang sedari tadi ia goda, dari belakang sini, Chanhee bisa bebas melakukan apapun yang ia mau karena kucing kecil itu hanya sibuk menggelinjang.

“Aahhh nghh udahan aahh udahh!”

Remasan dan gerakan tangan lihai pada penisnya itu semakin mengerjai Sunwoo membuat lututnya yang menjadi tumpuan itu kian melemah.

Chanhee membalik badan Sunwoo, ia biarkan si kucing bersandar lemas, dan dengan cepat ia segera meraup nipple mencuat Sunwoo, membuat kucing itu melenguh lagi.

“Oohh nghh kakak!”

“Lo tau kan, I hate sharing something that's already mine? Centil ya lo makanya they touched you.”

Dua digit tiba-tiba masuk kedalam analnya, merengsek masuk membawa beberapa air kedalam sana membuat Sunwoo menggeliat heboh, “ah ah enggak! Ka-kan cuma pegang ahh pegang gemes aja ahh”

“Pegang karena gemes? Lo sengaja bertingkah gitu and let them touch you? Centil.”

Jackpot. Ujung jemari Chanhee menyentuhnya dengan telak membuat lolongan panjang keluar dari bibir tebalnya.

“I hate sharing, you dumbass!”

Chanhee menandainya. Di dada, di leher, dan bahu. Chanhee tidak suka berbagi apa yang menjadi miliknya. Dan Sunwoo ini miliknya. Miliknya karena seluruh inchi tubuhnya pernah ditandai olehnya. Seluruh tubuh sewarna madu itu pernah dijamah olehnya. Pernah pasrah hanya untuknya. Chanhee tidak suka berbagi. Pada sembilan orang diluar kamarnya saja kadangkala Chanhee cemburu, apalagi pada orang asing diluaran sana?

Beraninya mereka menyentuh apa yang menjadi milik Chanhee.

Chanhee itu orang yang angkuh, Changmin yang pertama akui. Karena sedari kecil, apa yang ia tunjuk akan tunduk dan menjadi miliknya dalam sekali kedip. Dan Chanhee benci berbagi, semua orang mengakui itu. Butuh perdebatan alot hingga kawannya yang lain diperbolehkan untuk memakai badan Sunwoo semalaman.

Chanhee itu rakus dan pelit. Ya. Hyunjae akan menjadi yang paling lantang menjawab itu karena demi Tuhan, ia sangat kesusahan menghabiskan waktu dengan Sunwoo jika Chanhee sedang menempel pada si kucing itu.

No one can handle him, Sunwoo akan mengangguk mengiyakan. Karena butuh berjam-jam dihabiskan hanya untuk membujuk. Akan ada perdebatan panjang yang berakhir seseorang meneriakkan bahwa Chanhee itu pelit, licik dan egois.

No one can handle him when he's jealous.

“Kak nghh udah please ahh gatel”

Chanhee menggaruk dinding anal Sunwoo dengan gerakan lambat yang membuat Sunwoo frustasi. Lidahnya menyapu dada Sunwoo yang terasa manis. Tangan Sunwoo gemetar meraih pipi Chanhee, mata bulatnya berpendar gemetar, “maaf nghh maaf”

“Belum dimaafin”

Kepalanya mendongak mengenaskan, “aahh nggh!” Chanhee menyentuh titiknya dengan brutal. Penis merah itu bergetar seirama dengan pahanya yang gemetar. Sebelum Sunwoo menjemput klimaksnya, Chanhee melepaskan tangannya dari segala kegiatannya diatas tubuh Sunwoo. Membuat si lebih muda mengerang kesal karena hasratnya tak dituntaskan.

Chanhee menarik pinggang Sunwoo agar naik ke pangkuannya, “kak bentar ahh bentar masih sensitif!”

Bagai tuli, Chanhee tak mengindahkan sedikitpun perkataannya. Sunwoo menggeleng heboh meminta kelonggaran. Karena sedikit tak tega ia biarkan Sunwoo mengambil nafas dulu meski terisak.

“Ssstt don't cry, gak disiksa ini?”

“Nghh hiks too much, kakaknya gak mau ngasih jeda..”

“Suruh siapa bikin aku cemburu?”

Chanhee mencium si kecil dengan lembut, menyalurkan sayang lewat hangat. “hhhh sorry... I just hate it”

“Gak suka lo dipegang orang, gak suka kamu jadi pusat perhatian orang..”

Sunwoo mengangguk lalu membalas ciuman Chanhee, “mereka kan cuma gemes sama kucing kak..”

“Tetep aja!?”

Setelah bicara begitu Chanhee menarik pinggang Sunwoo, membuat penisnya melesak masuk pada anal Sunwoo, pemuda kecil itu melolong panjang dengan tangan yang sibuk berpegangan erat pada pinggiran bathtub.

Sial, ukuran Chanhee belum bisa disesuaikan oleh dinding anal Sunwoo meski tadi sudah dipermainkan sedemikan rupa.

“Ohh shit sempit banget gila”

Air disekitar mereka kini dingin sepenuhnya, mencipta gelombang karena penyatuan dan gerakan yang diciptkan dari sang dominan. Sunwoo mencengkram sisian bathtub dengan sangat erat karena gelombang nafsunya pelan-pelan membuatnya semakin frustasi apalagi saat beberapa titik sensitifnya tidak diberi perhatian.

Sunwoo naik turun dengan kacau diatas pangkuan Chanhee, sedangkan Chanhee dengan senang hati memegangi Sunwoo yang terhuyung itu agar tak ambruk.

“Ahhh nghh kakak ahh”

Kepala kontol Chanhee di dalam sana menyundul titis manis Sunwoo dengan presisi membuat gelenyar menyenangkan penuh candu menyerang keduanya. Sensasi penisnya diremas oleh dinding anal Sunwoo yang hangat membuatnya kecanduan. Suara porno desahan penuh nafsu Sunwoo juga seakan menjadi lullaby yang ingin Chanhee dengar sepanjang hari.

“Nghhh nghh ahhh”

Puting mencuat itu dicubit dan ditarik dengan gemas. Dadanya ditangkup dan dimainkan sesuka hati. Merah-merah sebab Chanhee sering menandai kulitnya seakan sudah menjadi hal lumrah diatas kulit Sunwoo. Karena hampir seluruh tubuhnya dihiasi bekas cupang dari kawan-kawannya. Yang paling baru ini ia dapatkan dari Jacob setelah semalaman Sunwoo membantu kak Jacob membereskan kamarnya yang berantakan. Dan dua hari kemudian, tepatnya hari ini, tanda merahnya malah bertambah akibat kelakuan Chanhee.


Seiring berjalannya waktu, tempo Chanhee semakin cepat membuat otak Sunwoo mendadak kosong. Hanya desahan parau yang keluar dari mulutnya dengan lelehan saliva entah miliknya atau Chanhee.

“Nghh kakak too deep ugh”

“Enak?”

Sunwoo mengangguk lalu tertawa kecil, “ahhh nghhh enak”

Knock knock

Pintu kamar mandi diketuk pelan-pelan, lalu setelahnya terdengar suara siulan yang mengganggu kegiatannya.

“Sexy banget..”

Oh sialan Lee Jaehyun denga segala ketengilannya. “Lebarin pahanya Chan”

Dan dengan senang hati Chanhee menarik paha Sunwoo agar mengangkang lebih lebar. Penisnya bergerak naik turun mengenaskan tak tersentuh seiring gerakan Chanhee pada analnya yang semakin cepat, “anjay enak nu?”

Si kecil itu menatap wajah Hyunjae minta pertolongan, tangannya menggapai udara berharap Hyunjae bisa membantu Sunwoo agar Chanhee memelankan temponya.

Plak

Paha Sunwoo ditampar hingga pahanya kembali ia tarik mengangkang. Tubuhnya melengkung saat tangan Hyunjae malah meremas penisnya yang daritadi tak diperhatikan. Jempolnya mengorek lubang kencing Sunwoo dan tangan yang lain meremas bola kembarnya.

“Get off, anjing! He's mine”

Chanhee menepis tangan jahil Hyunjae membuat yang lebih tua itu tertawa sambil mundur.

“Ahh nghh kak Hyunjae ahh tolong nghh”

“Sorry nu, gak bisa”

“Ahhh nghh kak Hyunjae ahhhh”

Mendengar Sunwoo menyebut nama orang lain, Chanhee dengan kuat mendorong pemuda itu hingga bertumpu pada tangan dan lututnya, “sialan! Berani lo manggil nama orang lain pas lagi sama gue begini, Sunwoo?”

Perut Sunwoo mengencang, tubuhnya terlonjak hebat saat Chanhee malah semakin mempercepat temponya. Tangan kirinya ia bawa untuk menjambak rambut Sunwoo, menyuruhnya menatap lurus pada pantulan cermin kamar mandi di seberang sana.

“Goblok ahhh sunwoo malah manggil nama orang lain lo ya sialan”

Chanhee semakin merapatkan tubuhnya, memperdalam penyatuan tanpa memelankan tempo yang ia kendalikan.

“Aaahhh kakak nghh sorry!”

“How does it feel, hm? Ahhh sial!”

Tubuh kecil itu menggeliat, matanya terbelalak menyedihkan dengan desahan yang pelan-pelan semakin parau. Hyunjae disana hanya tertawa mengejek saat tangannya dengan sibuk memotret Sunwoo yang tak berdaya begitu.

“Lebarin liangnya, Chan”

Kedua jemari Chanhee menarik pipi pantat Sunwoo yang tengah disumpal miliknya, Hyunjae mendekatkan kamera handphonenya pada liang anal Sunwoo yang memerah dan basah. “Sexy banget sialan”

Sangyeon dari luar kamar merekam segala percakapan yang terjadi setengah jam belakangan hanya menggeleng prihatin. “JANGAN DIGANGGUIN ITU HEH. CHANHEE JUGA, JANGAN KELAMAAN, KASIAN SUNWOONYA”

“iya bentar lagi, bang” Hyunjae akhirnya mematikan Handphonenya dan keluar setelah mencuri satu lumatan pada cuping telinga Sunwoo.


Setelah puas mengeluarkan sperma kedalam anal Sunwoo diatas bathtub dan membuat si kecil itu lemas tak berdaya, kini Sunwoo harus siap pegal karena dipaksa mengangkang lebar diatas wastafel besar di kamar mandi. Punggungnya menabrak dinding dingin di belakangnya. Chanhee benar-benar tidak bisa berhenti.

Chanhee menangkup rahang Sunwoo, bibirnya habis dilahap. Lelehan saliva itu bahkan kini banjir membasahi leher dan dada telanjang Sunwoo.

“Nghhh i'm close kak...”

“Iya sayang..”

Suara kulit beradu itu menjadi satu-satunya yang bisa mereka dengar. Rasanya begitu vulgar. Sunwoo mengejang hebat saat spermanya meleleh kemana-mana, Chanhee mengurut batang penis Sunwoo dengan telaten hingga akhirnya air mani itu habis tak lagi meledak dan meleleh. Dan ketika Chanhee sampai pada klimaksnya, ia tarik Sunwoo untuk turun dan bersimpuh dibawahnya. Ia kocok sebentar penisnya hingga akhirnya sperma itu meleleh membasahi muka Sunwoo. Sunwoo membuka mulut, membiarkan lidahnya dijadikan tempat terakhir Chanhee membuang spermanya sore itu.

Saat dia rasa sudah tidak ada yang keluar lagi, Sunwoo membawa mulutnya membersihkan kepala kontol Chanhee, ia jilat dan kulum hingga bersih. Sunwoo mendongak lalu tersenyum manis. Dengan muka belepotan sperma miliknya, Chanhee bawa tangannya mengusap pipi gembil si kecil, “good boy...”

“Good boynya kakak...”

“Iya.. kucing kecilnya kakak”

Sunwoo memeluk pinggang Chanhee dan mencium perut bawahnya, “ayo mandiin aku sekarang! capek nih”

Chanhee tertawa lalu membimbing Sunwoo agar masuk bathtub lagi.

Ah sial, Sunwoo tidak mau lagi deh bikin kakak Chanhee cemburu. Pantatnya sakit.

Fin.

Seunoo lima tahun edisi sudah jadi orangtua, khusus di hari ulangtahun seunoo kita tercinta.

T; Hurt/comfort

Leo, you will be six years old, seven years old, and getting older. But your papi is not.


Hari itu, Seungyoun ingat jelas bagaimana akhirnya mereka memilih untuk memiliki bayi. Bagaimana tangan keduanya terasa begitu dingin dengan degup jantung yang begitu kencang menusuk rongga dada. Hari itu Seungyoun ingat betul bagaimana akhirnya mereka diizinkan menjadi orang tua angkat bayi tampan menggemaskan yang mereka beri nama Leo.

Sejak Leo datang ke rumah mereka, suasana rumah semakin ramai. Semakin hangat dan semakin menyenangkan. Suara tangisnya, suara tawanya, suaranya bagai melodi indah yang bersahutan dengan mereka. Bibi Lim tak pernah meninggalkan, beliau benar-benar memiliki jasa yang begitu besar bagi keluarga Seungyoun.

Hari itu Seungyoun ingat betul Leo mengucap kata pertamanya. Papa, papa, papa. Baik Seunoo maupun dirinya yang tengah bersantai sebelum tidur itu tertegun mendengar celotehan batita menggemaskan itu. Leo yang tengah duduk itu menepuk puncak hidung seunoo dan Seungyoun bergantian sambil berteriak papa papa papa dengan nyaring.

Seunoo menangis sambil memeluk Leo, ada rasa yang begitu besar terpupuk semakin subur.

Seungyoun juga ingat bagaimana ia dan Seunoo mengajarkan banyak hal pada bayi tampan itu. Seunoo yang memiliki banyak buku cerita dan mainan membuat Leo tak pernah kebosanan. Seungyoun yang punya banyak candaan juga selalu membuatnya tertawa.

Hari demi hari dilewati, bulan berganti bulan hingga tahun berganti tahun.

Bayi tampan itu semakin besar, usianya tak lagi dibawah tiga tahun sekarang.

Seungyoun menatap anak laki-lakinya dengan penuh haru, ia merasa sangat amat bahagia. Melihat tumbuh kembang si kecil yang tanpa kendala itu menjadi sebuah anugerah tersendiri baginya.

Seunoo suami gemasnya juga tak pernah meninggalkan Leo sendirian. Bahkan Seunoo hampir tak pernah melepaskan Leo. Seunoo dan Leo banyak menghabiskan waktu berdua. Bermain, membaca buku cerita, berjalan-jalan, berenang, menonton TV dan banyak hal-hal menyenangkan lainnya yang mereka lakukan bersama. Leo merasa begitu dicintai sebegitu besarnya oleh Papinya.

Tahun lalu, Leo didaftarkan ke sekolah umum oleh papa dan papinya. Leo terlihat senang sekali. Dia memiliki banyak teman baru, memiliki banyak pengalaman baru, mendapatkan banyak ilmu-ilmu baru yang membuatnya semakin hidup.

Seunoo selalu menunggunya sepanjang waktu. Berdiam diri di kantin sekolah dengan banyak camilan, ditemani oleh pak supir dan bibi Lim, hingga bel pulang berbunyi dan mereka semua pulang ke rumah.

Hal itu terjadi setiap hari, dan saat akhir pekan, mereka akan menghabiskan waktu bertiga untuk berjalan-jalan bermain atau memasak masakan yang belum pernah mereka coba sebelumnya.

Orang-orang haruslah iri padanya. Keluarga yang ia miliki begitu harmonis. Ada papi yang manis dan tampan yang menyayanginya sepenuh hati. Dan jangan lupakan papa yang meskipun sibuk tetap selalu ada untuknya.


“Leo, sebaiknya kamu secepatnya pikirkan mau kasih kado apa untuk papi, biar papa belikan sekalian”

Leo yang tengah menyantap sarapannya itu mengangguk. Hari ulangtahun papa sudah tinggal menghitung hari namun Leo masih tidak tahu harus memberi kado apa. Sejujurnya Leo sudah memikirkan beberapa barang yang pasti disukai oleh Papinya. Namun Leo masih bingung dan bimbang akan pilihannya.

“Menurut papa, papi suka gak ya kalau dibelikan sweater kembaran bertiga?”

Seungyoun meletakkan segelas susu di hadapan anak semata wayangnya lalu mengusak surainya lembut, “menurut papa, papi akan suka apapun yang Leo kasih, karena bukan barangnya yang berharga dan bermakna sayang, tapi siapa yang memberinya.”

Anak laki-laki itu menganggukkan kepalanya pelan-pelan, “nanti aku kasih linknya ke papa ya.”

Seungyoun tersenyum dan mengecup kening anak laki-lakinya penuh sayang.

Tak lama setelah itu, Seungwoo datang dengan senyuman hangat dan sapaan ruang yang selalu membuat hari-hari kedua laki-laki disana lebih berwarna.

Tangan kanan Seungwoo menenteng tas Spiderman milik Leo sedangkan tangan kirinya menenteng tas kerja Seungyoun.

“Seunoo sayang ayo sarapan, nanti kita berangkat bersama ya.”

Leo dan Seungwoo memekik senang sambil berhigh five ria setelah mendengar penuturan Seungyoun. Dan pagi itu, diisi dengan celoteh lucu dari Leo dan Seungwoo hari-hari Seungyoun dimulai dengan mood yang bagus.


Bel makan siang berbunyi, Leo membuka kotak bekalnya lalu tersenyum cerah. Bekal ini dibuat oleh papanya tadi pagi, isinya adalah makanan-makanan kesukaannya. Leo berbagi beberapa Snack coklat pada teman sebangkunya, Michael dan menyantap makanan dengan tenang.

“Leo, yang suka menunggu di kantin itu Papi Leo, ya?”

Leo mengangguk, mulutnya menggembung lucu saat mengunyah makanan.

“Papi Leo kenapa? Seperti sedikit berbeda dari daddyku. Papi Leo seperti anak kecil.”

Leo menatap Michael sambil terus mengunyah makanannya. Michael yang ditatap begitu tiba-tiba merasa tidak enak. “mm..ma-maaf Leo, maksudnya itu mmm papi Leo kadang-kadang terlihat seperti anak kecil..”

“Hmm, papi sakit.”

“Sakit apa?”

“Papi sakit, makanya seperti anak kecil. Papa bilang, IQnya setara dengan anak usia lima tahun, aku tidak terlalu mengerti tapi kata Papa sih begitu.”

Michael mengangguk-angguk, “Papi Leo lebih muda daripada kita ya hihi.”

Benar juga.

Tahun ini, Leo bahkan sudah berusia enam tahun. Tahun depan sudah masuk usia tujuh tahun, tapi Papi...


Siang itu sepulang sekolah Leo membuka buku pr-nya dan bertanya beberapa hal yang tidak ia mengerti pada Seungwoo. Namun sayangnya Seungwoo juga tidak terlalu mengerti tentang pelajaran sekolah. Raut wajahnya berubah sendu dengan sorot mata yang meredup. Leo jadi merasa bersalah dan sedikit canggung setelahnya.

“Maaf Leo, papi seunoo tidak mengerti itu..” cicitnya.

Leo tersenyum lalu mengecup pipi Seunoo sambil memeluknya erat-erat, “issokaay papi! Nanti Leo tanyakan pada papa atau Bibi saja ya hihi, ayo kita main!”

“Main seunoo main!!”

Setelah menghabiskan waktu cukup lama untuk bermain, Seungwoo dan Leo akhirnya mandi bersama. Keduanya duduk berendam dalam bathtub ditemani banyak mainan air dan busa sabun, asyik bercengkerama sambil saling menggosok punggung.

“Papi sebentar lagi ulangtahun ya, cie cie..”

Seungwoo tersipu malu lalu tertawa sambil menutupi wajahnya. “seunoo tua tua seunoo hihihi.”

“Hahaha papi tua, nanti beruban lalu batuk-batuk seperti kakek Geppetto hihihi.”

Seungwoo tertawa lalu mengoleskan busa pada ujung hidung anak laki-laki yang beberapa tahun ini menjadi temannya ini.

“Papi mau kado apa dari Leo?”

Seungwoo menggeleng lalu memeluk putranya manja, “main sajaa! Papi seunoo dengan Leo main!”

“Nanti main ke taman safari yuk papi! Ajak papa juga nanti kita lihat zebra dan jerapah!!”

“Papi koala lihat mau mau mau lihat!!”

“Iya!! Selain koala nanti disana ada harimau raawwrrrr!!”

Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak. Melihat pemandangan seperti ini tentu menjadi pelepas penat bagi siapapun yang melihatnya. Mereka benar-benar berbahagia.


Malam hari, Leo benar-benar mengerjakan pr dengan papanya. Leo bertanya banyak hal yang ia tidak ketahui dan dengan senang hati Seungyoun menjelaskannya dengan bahasa yang mudah dimengerti anak usia enam tahun itu.

Leo masih fokus pada pekerjaan rumahnya sedangkan Seungyoun bersantai menonton TV dengan volume yang dikecilkan karena takut mengganggu Leo.

“Papa..”

“Hmm?”

“Tadi Michael bertanya kenapa Papi sedikit berbeda dengan Daddy Daddy lain diluar sana. Bahkan berbeda dengan papa. Michael bilang, Papi terlihat seperti anak kecil.”

Senyum yang semula ia ulas pelan-pelan menjadi pudar. Leo bukan sekali dua kali bercerita tentang hal-hal seperti ini. Bagaimana banyak teman-teman sekolahnya sejak dulu bertanya tentang kondisi Papinya. Dan hal itu selalu sukses membuat jantungnya tercubit sedikit.

“Leo bilang papi sakit seperti kata papa, IQ papi setara dengan anak usia lima tahun.”

Seungyoun menatap anak laki-lakinya yang masih sibuk pada pensil dan bukunya. Ia mendengarkan setiap kata yang keluar dari bilah bibir tersayangnya, “lalu?”

“Lalu Michael bilang bahkan kita lebih tua dari papi Seunoo. Leo tahun ini sudah enam tahun, Michael juga. Tapi papi masih lima tahun padahal badannya tinggi besar seperti papa, usianya juga.”

Seungyoun mengusap rambut hitam anak itu penuh perasaan, “Leo malu punya papi, hmm?”

“Pertanyaan macam apa itu?! Papa ini ada-ada saja!”

Leo mencubit lengan Papinya dengan kesal, membuat laki-laki berusia hampir empat puluh itu tertawa kencang. Leo menutup bukunya dan melompat duduk diatas pangkuan laki-laki dewasa yang selama ini ia sebut papa itu.

“Papa sudah belikan sweater yang Leo maksud, barangnya sudah sampai dan sudah papa simpan di tempat rahasia”

“Kuenya juga aman, pa! Papi tidak tahu hihihi.”

Seungyoun tertawa lalu mengusap punggung anak semata wayangnya itu dengan lembut, “Terimakasih ya Leo sudah menjadi anak baik untuk papa dan papi.”

Leo tersenyum lalu menggelayuti papanya dengan manja, “Papa...”

“Iya sayang?”

“Kenapa Tuhan kasih Papi Seunoo sakit begitu, ya? Leo tidak malu, papi itu lucu dan seru!!! Aku dan papi bermain sepanjang waktu, aku tidak pernah bosan. Tapi mengingat kalau kondisi papi begitu karena sakit, aku jadi sedih..”

“Leo sayang, terkadang Tuhan itu memberi ujian kepada hambanya yang tersayang. Terkadang Tuhan memberikan kita sakit karena Tuhan ingin kita berjuang dan senantiasa selalu bersyukur, sayang. Papi mungkin sakit, tidak seperti papa atau daddynya Michael itu, tapi papi adalah orang yang paling berjasa bagi kita semua. Kalau Leo dan papa sakit, papi yang mengurus kita. Kalau Leo dan Papa jatuh terus terluka, papi juga yang mengobati kita. Tuhan itu sayang sama papi, makanya Tuhan kasih Papi sakit.”

“Tapi kan kasian papi, pa..”

Seungyoun terkekeh lalu membubuhi kecupan kecupan ringan pada puncak kepala laki-laki berusia enam itu, “sayang, Tuhan itu tidak akan memberikan ujian yang tidak bisa dilalui oleh hambanya. Buktinya papi sehat sehat saja kan? Papi masih main sama Leo, papi masih lari-larian, masih senam sore, masih berenang, mengantar Leo sekolah dan menyiapkan bekal kita, kan? Sakitnya papi, gak mengubah keadaan kalau Papi berjasa buat kita, iya kan?”

Leo tertawa sambil mengangguk. Ia mengerti. Mungkin Seunoo tidak seperti Daddy Michael. Mungkin juga tidak sepert Papa Cho Seungyoun ini. Tapi Seunoo adalah dirinya sendiri. Seunoo lucu yang menggemaskan, yang selalu menemaninya main, yang selalu mengantarnya sekolah. Yang selalu membuat hari-harinya berwarna. Tanpa Papi, Leo yakin hari-harinya takkan semenyenangkan ini. Papa sibuk kerja, mereka hanya bisa bersantai bersama saat petang hingga malam. Tapi Seunoo. Papi seunoo selalu ada untuknya setiap saat. Dikala Leo senang, dikala Leo sedih dikala Leo gundah, papi Seunoo selalu ada untuknya.

“Papa..”

“Iya sayang?”

“Mungkin benar kata Michael kalau Leo dan Michael akan berusia enam, tujuh, delapan, bahkan belasan dan puluhan tahun, tapi papi tidak. Papi akan terus seperti itu, seperti anak lima tahun yang banyak bermain. Tapi Leo tidak keberatan! Leo tidak malu, untuk apa Leo malu punya papi yang hebat dan menyenangkan seperti Papi? Untuk apa Leo sedih karena Papi sakit? Harusnya mereka iri pada Leo, karena Leo setiap hari bermain banyak permainan seru bersama Papi. Leo membaca buku cerita dan sepedaan bersama Papi setiap hari. Tidak seperti orang-orang yang ditinggal Papinya kerja.”

Seungyoun tertawa.

“Mungkin Papi tidak mengerti saat Leo tanyai tentang pr Leo, papi juga bisa hitung perkalian dan pembagian, papi juga tidak mengerti ditanyai bahasa Inggris dari Miss Sohee, tapi kan Leo punya papa! Leo punya papa yang serba tahu, Leo punya papa yang serba bisa. Leo juga punya papa yang selalu bantu Leo! Keluarga kita keren pa!!”

Sudut hati Seungyoun menghangat. Ia mengeratkan peluknya pada anak laki-laki yang ada di pangkuannya ini, sesekali ia mengusap rambut nya dengan lembut penuh kasih sayang.

“Keluarga kita sempurna, Papa! Orang-orang harus iri pada kita!”

“Iya, harusnya mereka iri pada kita.”


SELAMAT ULANGTAHUN PAPI!!!!

Seungwoo yang terkejut dalam tidur nyenyaknya itu membelalak kaget saat Leo dan suaminya bernyanyi dengan riang dengan balon dan terompet di genggaman masing-masing, kue ulangtahun dengan lilin menyala ditengah kegelapan kamar mereka. Leo dan Seungyoun bernyanyi dengan riang gembira, Seungwoo bertepuk tangan mengikuti keduanya lalu tertawa-tawa karena senang.

“Happy birthday to you!! Ayo papi tiup lilinnya!!”

Seunoo memejamkan matanya untuk berdoa lalu meniup lilinnya hingga mati, Leo dan Seungyoun bersorak. Keduanya meniup terompet kecil itu hingga suaranya memenuhi seisi kamar. Seungyoun memeluk suaminya itu dengan kencang, mencium seluruh wajahnya hingga basah. Leo yang tidak terima karena tidak diajak itu akhirnya merengsek masuk pada pelukan hingga akhirnya ketiganya ambruk jatuh diatas kasur sambil berlomba menciumi Seungwoo dengan penuh cinta.

“Basah seunoo basah ahahahaha”

“Happy birthday papi! Semoga papi sehat selalu, panjang umurnya, dan jangan sakit ya papi biar kita main terus!!!”

“Selamat ulangtahun suamiku sayang, semoga kamu selalu sehat, panjang umur dan bahagia ya...”

Seunoo memeluk keduanya lalu mencium kening kedua laki-laki yang ia sayangi itu, “seunoo terima kasih terima kasih hihihi Leo, terima kasih, Seungyounie terima kasih.”

“Terima kasih ya nak sudah hadir diantara kami, kamu bikin hari-hari papa dan papi jadi lebih berwarna dan bahagia dari sebelumnya. Semoga kita bertiga sehat selalu ya..”

“Leo sayang papi!!! Leo sayang papa!! Leo sayang semuanya”

“Papi seunoo juga sayang sayang sayaaaaang sekali sama Leo hihihi.”

Fin.

Ryeonseung oneshoot AU!

Content warning : skinship, rate 13+, kisah cinta anak remaja biasalah, a little bit mention one sided love


Kata orang masa-masa SMA adalah masa-masa paling indah, kata orang kisah cinta paling indah ada di masa SMA, kata orang akan sangat rindu jika kita sudah mengakhiri masa-masa SMA. Seungwoo, tidak tahu.

Seungwoo tidak pernah merasakan adanya hal spesial dimasa SMAnya. Tidak merasa akan sangat merindukan jika sudah meninggalkannya, tidak juga merasa bahagia atas kisah cintanya. Karena sejujurnya, selama hampir tiga tahun bersekolah, ia adalah siswa biasa. Teramat biasa hingga tidak punya kisah yang menarik untuk dibagikan. Disaat teman-teman satu gengnya sudah memiliki pacar, hanya Seungwoo yang masih sendirian. Setiap malam minggu, tidak ada yang Seungwoo lakukan selain bermain PS bersama sepupunya. Atau mungkin nonton bersama teman sekelasnya jika mereka sedang tidak berkencan.

Seungwoo juga jarang mau jika diajak ikut saat teman-temannya dating. Dia bilang takut menjadi nyamuk padahal Seungwoo hanya malu. Kenapa harus mengikuti orang-orang yang asyik pacaran? Rasanya tidak nyaman.

Jika ditanya apakah Seungwoo mau memiliki kisah cinta seperti teman-teman lainnya, tentu Seungwoo jawab iya. Ia sangat ingin. Terlebih lagi ia menaruh hati pada satu sosok anak kelas IPA kebanggaan guru fisika mereka. Seungwoo tentu menaruh hati padanya. Sosok yang dielu-elukan oleh seantero sekolah karena berbakat, pintar dan tampan.

Namanya Cho Seungyoun. Anak kelas 12 IPA 2, dia ketua OSIS, juara 1 olimpiade fisika tahun lalu, kapten team futsal inti sekolah tahun lalu, dan teamnya selalu berhasil menghantarkan piala English debate setiap tahunnya. Jangan lupakan juga suaranya yang bagus, Cho Seungyoun selalu berkontribusi menyumbangkan satu lagu disetiap acara besar sekolah.

Catatan kelakuannya tidak pernah buruk. Dia pribadi yang hangat dan mudah bergaul. Dia juga asyik diajak bicara. Jika sedang dalam mode serius, ketampanannya meningkat 100%.

Kali pertama Seungwoo menaruh hati padanya adalah saat tanding futsal melawan Sekolah tetangga. Dimana kala itu Cho Seungyoun terlihat bersinar. Dengan ban kapten yang tersemat dilengan, saat ia menggiring bola dan memasukannya ke gawang (meskipun tidak membuahkan goal selama pertandingan) tapi Seungwoo sukses jatuh cinta.

Caranya tersenyum, caranya mengarahkan teman-temannya, caranya mengatur strategi. Cho Seungyoun hari itu benar-benar sukses membuatnya terkunci. Ada debaran aneh yang menyapa. Ada gelombang cinta yang membuatnya mabuk kepayang.

Cho Seungyoun. Kapan ya Seungwoo bisa menyatakan perasaannya?


“Aku dengar besok ada ujian harian Matematika minat, apa itu benar?” Wooseok yang tiba-tiba datang selepas dari kantin sedikit menepuk pundak Seungwoo yang asyik mengerjakan LKS. Seungwoo hanya menggumam sambil mengangguk kecil. Wooseok terlihat menghela nafas pasrah sambil mengerucutkan bibirnya, “aku benci matematika”

Belajar sana sama Jinhyuk” Seungwoo menutup bukunya dan menyeruput es teh dinginnya. Wooseok mengibaskan tangannya berulang kali,”yang ada nilaiku 0 besar”

Seungwoo terkikik lalu mengangguk, “mau ikut ke perpustakaan kota pulang sekolah? Aku mau pinjam buku buat ulangan harian besok”

Yah... Pulang sekolah ini aku sudah janji mengantar Jinhyuk beli mainan untuk adiknya yang kemarin ranking satu, Woo. Malem dong malem”

Gak bisa, malem aku harus jaga rumah, kak Sunhwa lembur. Ini aja ke perpustakaan cuma pinjam buku lalu pulang”

Wooseok mendecak sebal lalu mengacak surainya, “fotoin ya? Ya ya ya? Nanti aku kerjain di buku latihan, malemnya kita ngezoom deh belajar bareng, gimana? Aku juga gak bisa nyamper kamu ke rumah kalau malem, tau sendiri ayahku galak garagara kemarin nginep gak izin di rumah Byungchan”

Seungwoo tersenyum sambil mengacungkan jempol, lalu keduanya sibuk melahap bekal sekolah mereka.

Kamu tahu gak, woo?”

Seungwoo bergumam sambil menyuapkan sosis goreng kedalam mulutnya, “aku dengar Seungyounㅡ”

Seungwoo mencubit mulut Wooseok hingga yang sedang berbicara memukul bahunya protes,”jangan sebut-sebut nama Seungyoun”

Tanganmu berminyak!” Wooseok menepuk kencang tangan Seungwoo dan sibuk mengelap mulutnya dengan tisu. “Aku sudah menyerah, Seok. Lagipula sebentar lagi ujian kelulusan. Sudahlah. Biarkan jadi cerita lalu saja”

Jangan menyerah sebelum dikejar dong, payah”

Gak usah, aku gak apa-apa kok. Cukup memandanginya dari jauh aja dan bahagia karena dia bahagia”

Halah classic” Wooseok kembali pada aktifitas memakan bekalnya. “Yakin woo gamau dikejar?”

Seungwoo mengangguk yakin. Sedikit mencelos hatinya karena pilihan yang ambil bukanlah suatu yang membahagiakan, tapi rasanya memang percuma. Seungyoun mungkin tidak mengenalnya, Seungyoun tidak tahu ada dirinya disekolah ini, Seungyoun juga....sudah memiliki kekasih.

Namanya Kim Hyungseo. Gadis cantik dari team cheers yang populer disekolahnya. Gosip beredar tahun lalu, banyak yang memergoki kedekatan keduanya hingga banyak orang yang berspekulasi bahwa ada hubungan spesial diantara keduanya. Maka, mungkin pilihan tepat kalau Seungwoo menyerah saja?

Karena beberapa kali, Seungwoo juga melihat bagaimana Seungyoun memperlakukan Hyungseo dengan manis. Dan ya, Seungwoo tidak akan mengejarnya. Ini hanya cinta monyet kan?


Seungwoo menuruni bis yang ditumpanginya. Matanya berpendar melihat perpustakaan kota ternyata cukup ramai dihari Rabu. Kakinya melangkah dengan pasti, menyusuri rak dan memilih buku yang sekiranya pas untuk dipelajari ulangan harian nanti. Jemarinya menyentuh deretan buku-buku tebal disana, dan berlabuh menarik tiga buah buku berbeda. Seungwoo duduk sebentar untuk mengecek apakah buku ini cocok untuknya, matanya yang sipit itu telaten melihat deretan huruf dibuku yang ia bawa. Beralih pada buku selanjutnya dan mendecak saat tiga-tiganya tidak memuat materi yang ia cari. Seungwoo beranjak mencari buku lainnya.

Hingga tangannya tak sengaja beradu dengan tangan lain disebelahnya, “eh maaf”

Eh hai, Seungwoo kelas IPA 4 ya?”

Jantung Seungwoo berhenti sejenak, itu Cho Seungyoun. Orang yang ia dambakan. Sedikit kikuk, Seungwoo balas menyapa.

Hendak bertanya hal lain, aktivitas mereka terhalang oleh seorang wanita dengan seragam yang sama memanggil Seungyoun. Dan ya, itu Hyungseo.

Kak sini sebentar”, ujarnya lalu Seungyoun pergi meninggalkan Seungwoo yang jantungnya masih ribut. Seungwoo menghembuskan nafas guna menetralkan denyut jantungnya. Dan setelah mendapatkan buku lain, Seungwoo kembali duduk dikursinya.

Matanya lagi dan lagi menelusuri angka dan kata didalamnya. Setelah dirasa pas, Seungwoo berdiri hendak menuju petugas perpustakaan. Namun sayang celananya tersangkut pada sela-sela kursi, cukup keras dan kencang ia berdiri hingga menimbulkan kegaduhan, Seungwoo meminta maaf lalu beranjak.


Entah mengapa orang-orang disekelilingnya seakan menertawainya. Seungwoo sedikit menunduk malu saat mengantre. Apakah ada yang salah tentang dirinya? Ia mengecek seluruh tubuhnya dan belum mendapatkan apapun. Seungwoo tidak tahan, ia semakin menunduk sambil menggigiti bibir bawahnya, hingga secara tiba-tiba, sebuah tangan melingkar dipinggangnya, menyelipkan jaket, mengikat lengan jaket dipinggangnya, bau parfum menguar. Jantung Seungwoo berhenti berdetak kedua kalinya, ia mendapati Cho Seungyoun sangat dekat, bahkan seperti tidak ada jarak diantara keduanya. Seungyoun mendekatkan bibirnya pada telinga Seungwoo, “maaf ya lancang tapi celana kamu robek”

Demi Tuhan, refleks Seungwoo menutupi bokongnya sedikit menjerit, menjatuhkan buku yang sedari tadi ia genggam. Mukanya merah teramat malu, dibelakangnya terlihat Hyungseo tengah memarahi orang-orang yang sedari tadi menertawainya. Seungwoo mendesis malu, “m-makasih Seungyoun.. aku gak tau kalau celana aku robek”

Maaf ya lancang sedikit memelukmu tadi”

Seungwoo beberapa kali membungkuk sambil berterimakasih lalu segera menghampiri petugas perpustakaan.

Aku tunggu didepan ya Seungyoun..”

Seungwoo segera keluar masih dengan muka merah sempurnanya. Meninggalkan Seungyoun yang masih mengantre.


Seungwoo memukuli kepalanya. Dipenuhi rasa malu yang membuncah ia merutuki nasibnya. Harusnya kalau bertemu dengan gebetan, setidaknya jangan membuat malu meskipun momentnya tidak terlalu spesial. Sial, hari ini Seungwoo sungguh sial.

Kak Seungwoo” gadis itu menyapa, menepuk pundak Seungwoo yang masih sibuk menjambaki rambutnya.

Eh... Seungyoun Hyungseo, terimakasih banyak ya. Tanpa kalian, aku tidak tahu gimana jadinya aku. Aku sadar daritadi orang-orang menertawakan aku, tapi aku tidak tahu apa. Kalau bukan karena kalian, aku sampai rumah tidak akan sadar”.

Seungyoun tertawa kecil, “tak apa Seungwoo. Harusnya mereka menegurmu, bilang kalau celanamu robek, eh mereka malah menertawakan kamu”

Tenang saja kak Seungwoo, aku sudah memarahi orang-orang itu kok. Gak apa-apa jaketnya bawa pulang saja dulu, iya kan kak?”

Seungyoun mengangguk, “pakai aja dulu sampai rumah, boleh dikembalikan besok kok”

Seungwoo menatap keduanya. Betapa beruntung Hyungseo dan Seungyoun memiliki satu sama lain. Dua-duanya adalah bintang sekolah, baik hati dan ramah. Juga memiliki segudang prestasi. Seungwoo benar-benar iri.

Makasih ya, aku pinjam jaketnya ya? Besok aku kembalikan”

Santai saja Seungwoo, gak usah buru-buru juga tidak apa, jaketku banyak kok”

Seungwoo meringis sekali lagi merutuki nasibnya hari ini. “kak Seungwoo mau ikut ke gelatto? Kita berdua mau beli eskrim”

Seungwoo menatap netra hazelnut gadis didepannya. Senyumnya cantik, parasnya juga ayu. Pantas saja Seungyoun memilihnya untuk menjadi tambatan hati. Seungwoo menggeleng,”tidak usah. Aku harus langsung pulang. Lagipula aku tidak mau mengganggu acara kencan kalian”

Baik Hyungseo maupun Seungyoun keduanya melongo. Saling bertatapan lalu tertawa, membuat Seungwoo terkejut terheran karenanya. Tawa Hyungseo belum juga mereda meski Seungyoun sudah menepuk pundaknya berkali-kali.

A-ada yang salah ya?”

Seungyoun menyeka air matanya lalu terkekeh, “maaf membuatmu kecewa Seungwoo tapi aku dan Hyungseo adik kakak. Ibuku menikah dengan ayahnya tahun lalu. Dia adik tiriku, bukan kekasihku”

Lalu tawa kembali terdengar. Karena lagi-lagi Seungwoo merutuki nasibnya. Sudah malu, ditambah salah menebak seperti ini membuatnya mati kutu.

Banyak yang tidak tahu fakta ini, tapi aku dan Hyungseo ini adik dan kakak tiri, Seungwoo.”

Maaf aku gatau sama sekali”

Hyungseo menatap Seungwoo dan Seungyoun bergantian lalu tertawa, “karena sekarang sudah tahu, jadi jangan salah mengira lagi ya kak. Karena sebenarnya kak Seungyoun itu sukanya sama kakak”

Lalu Hyungseo kabur setelah bicara begitu, berlari sambil terbahak karena Seungyoun mengejarnya. Seungyoun berniat memukul gadis itu namun larinya sangat kencang, “SEUNGWOO AKU DULUAN YA!!” Lalu Seungyoun dan Hyungseo hilang diperempatan.

Menyisakan Seungwoo yang berdiri mematung dengan seribu tanda tanya dikepalanya.

Aku...tidak salah dengar kan?”

Fin

©Meiri

Only Today

Ji Changmin/ Q Kim Younghoon

ㅡSampai matahari terbenam nanti,kamu pasti pikir aku egois. Perjalanan cinta yang telah berakhir itu, berakhir sia-sia

Changmin menutup laptopnya sambil menghembuskan nafasnya panjang. Tangannya sengaja ia renggangkan. Menelengkan lehernya ke kiri dan ke kanan mengusir pegal. Changmin akhirnya melempar punggungnya menghantam kasur. Nafasnya lagi-lagi menghembus panjang. Lelah sekali. Sejak empat hari lalu, ia berkutat didepan layar, mengedit video untuk iklan pariwisata. Tempatnya sangat bagus, terimakasih pada adiknya Haknyeon yang sudah mengambil video-video bagus yang pas untuk tugasnya.

Bicara soal pantai, Changmin jadi rindu. Ia rindu bermain air, volley pantai, berenang,main pasir, berburu kerang, makan dan minum di pinggir pantai. Ah~~ rasanya, ingin sekali untuk pergi. Apakah harus? Kebetulan hari Minggu ia free, dan sepertinya tubuh juga otaknya butuh sesuatu yang membuatnya rileks. He really needs a vacation.

“Kayaknya bagus juga kalau pergi naik bis. Perjalanannya lebih berarti” monolognya. Senyum Changmin kian merekah hingga membuat matanya menyipit.

“Baiklah!! Mari kita pergi ke pantai hari Minggu!!!” Serunya sambil meraih handphone. Jemarinya cekatan menari diatas layar handphone, menghubungi seseorang yang sepertinya sangat pas untuk ia ajak.

Kali pertama bertemu dengannya juga di pantai, ya sekitar delapan tahun lalu mungkin? Ah~ tak terasa ya.

Changmin makin tersenyum saat orang itu mengiyakan ajakannya untuk pergi berlibur. Akhirnya. Changmin langsung mengambil langkah seribu, mengemas beberapa baju dan barang yang akan dia bawa untuk hari Minggu nanti.

“Hm...sepertinya kak Younghoon akan lupa membawa sunblock” lalu tangannya meraih botol sunblock diatas meja rias, dan memasukannya pada pouch make-up yang ia bawa.

Ya, Ji Changmin memutuskan untuk mengajak Kim Younghoon. Pemuda tampan, sopan,mapan dan idaman para ibu itu adalah teman seangkatannya di SMA. Bertemu di pantai saat karya wisata kelas 1, keduanya berteman. Ya sebenarnya lewat Chanhee sih. Oh iya Choi Chanhee ya.

Mereka berdua, sejak Changmin berusia dua jam sekalipun, sepertinya keduanya sudah berteman. Terimakasih mama Choi dan mama Ji karena kalian bersahabat, Chanhee dan Changmin juga melakukannya. Sering bersekolah di sekolah yang sama, kadang satu kelas, tidak pernah berpisah, kemana-mana selalu berdua menyebabkan mereka berdua sering disangka anak kembar. Chanhee memiliki wajah yang lebih kecil dan sempit, mata yang indah dengan senyuman menawan. Tubuhnya juga lebih ramping. Tapi tenaga dan ucapannya tiada tandingannya. Chanhee itu galak. Chanhee adalah type pemilih dalam segi apapun. Chanhee tidak pernah menyembunyikan perasaannya, disaat ia tidak suka dengan sesuatu, ia akan secara terang-terangan menunjukannya. Chanhee juga perfeksionis. Dia juga tidak terlalu suka berbagi, kecuali pada Changmin. Tanpa Changmin, hidup Chanhee terasa sepi dan monoton. Begitupun sebaliknya.

Satu-satunya alasan yang Changmin pakai mengapa ia tidak mengajak Chanhee hari Minggu nanti adalah, Choi Chanhee adalah seseorang yang tidak boleh diganggu di hari Minggu karena itu jadwal khususnya untuk Me time.

Berani mengganggunya? Aku yakin kau takkan selamat.

Changmin tersenyum manis saat membaringkan dirinya diatas kasur. Besok, ia akan pergi berlibur. Akhirnya, ia sangat butuh piknik untuk melepas penat. Dan mengajak Younghoon adalah ide cemerlang. Handphone Changmin bergetar, menandakan pesan masuk berisikan kata-kata manis menjelang tidur, Changmin tertawa kecil membalasnya, “aku tidak pernah terbiasa saat dia bilang i love you begini, rasanya aneh sekali” ucapnya sambil mematikan lampu dan menaruh handphonenya.

Esok, mari kita bahagia.

Kaki jenjangnya melangkah pasti menuju terminal bis. Tangan kirinya menenteng tas sedang tangan kanannya sibuk merapikan rambut yang diterbangkan angin. Matanya menyusuri sepanjang jalan yang ia lalui,berharap menemukan seseorang yang ia cari. Kim Younghoon, melangkah semakin jauh menuju terminal. Mencari Changmin yang katanya sudah sampai daritadi.

Younghoon tersenyum saat seseorang diseberang sana melambai dengan riang padanya. Maka, ia memutuskan mempercepat jalannya. Setelah dirasa dekat, Changmin berlari padanya dan memeluknya “Hai kak”

“Selamat pagi,Changmin. Sudah siap?” Changmin mengangguk penuh semangat tak lupa senyumnya yang makin merekah. Younghoon mengusak rambut biru gelap miliknya ikut tersenyum lalu menarik tangannya untuk segera menaiki bus. Perjalanan ini, hanya mereka berdua, sepertinya akan terasa cukup menyenangkan.

“Sudah sarapan?” Tanya Changmin. Bus telah melaju, perjalanan menuju pantai akan memakan waktu tiga jam. Sampai sana, mereka akan langsung makan siang, main air, jalan-jalan dan bermain hingga petang. Lalu makan malam di tepi pantai, dan esok hari mereka akan pulang. Ya memang singkat sih, makanya mereka tak akan melewatkan sedikitpun waktu yang berjalan untuk bersenang-senang.

“Hm sudah. Kamu belum sarapan?”

“Sudah sih, hanya saja aku bikin cukup banyak sandwich. Aku bikin sendiri lho. Kakak pasti suka”

“Kau bawa kopi?” “Oh! Tenang saja, kopinya aman”, katanya sambil merogoh tas pikniknya dan mengeluarkan dua botol kopi. “Tapi makan sandwichnya juga ya. No sandwich, no coffee” serunya. Younghoon tertawa gemas lalu mengangguk.

Ji Changmin ini, aura dan tingkah lakunya selalu seperti anak-anak. Terlihat ceria, terlihat bahagia tanpa beban apapun meskipun sering kali menangis di malam hari karena beban yang ia pikul. Ji Changmin juga sama perfeksionisnya seperti Chanhee, apalagi masalah nilai. Stress sedikit dengan nilai yang dia terima, atau tugas yang ia terima, sudah dipastikan malam hari dia akan menangis meskipun sambil mengerjakan tugasnya.

Younghoon menggigit sandwich daging ditangannya, matanya membesar sambil menatap Changmin, “bagaimana?”

“Enak”

“Ya kan apa aku bilang. Ini akan sangat cocok untuk dibawa ke pantai. Mau saosnya lagi? Atau mayonaise?”

Younghoon mengangguk, “boleh”. Changmin mengoleskan saos dan mayonaise diatas daging sandwich milik Younghoon dan miliknya, mulutnya penuh hingga pipinya membulat ketika mengunyah. Younghoon tak bisa menahan tawanya saat melihat Changmin dengan ekspresi lucu seperti itu. Ditambah lelehan mayonaise diujung bibirnya membuatnya semakin mirip Tupai yang sedang makan. Younghoon meraih dagu Changmin masih dengan tawanya yang menggema, jempolnya mengelap sisa-sisa mayonaise diujung bibir Changmin dan menjilatnya,“Kamu benar-benar mirip Tupai ternyata”

Changmin tersenyum lalu kembali fokus pada sandwichnya. Ia membuka segel kaleng kopi ditangannya dan menenggaknya hingga habis. Changmin menepuk perutnya bangga dan mulai merebahkan kepalanya di bahu Younghoon. Younghoon menepuk pipi changmin beberapa kali lalu menusuknya dengan jari telunjuk hingga si empunya tertawa sambil mencubit perut yang lebih tua. Younghoon meraih tangan kiri Changmin yang menganggur, menggenggamnya sambil diangkatnya ke atas awan-awan yang terlihat di kaca bis yang berjalan.

“Wah bagus sekali kalau difoto”

“Kayak anak remaja aja. Lepas, tanganku gerah” ucapnya lalu mendorong pelan tangan Younghoon yang tadi menggenggamnya.

Keduanya tertawa lalu saling menyamankan duduk. Menatap ke depan menyusuri jalan menuju tujuan. Cuaca diluar sangat bagus, matahari menyinari bumi dengan sinarnya yang hangat. Suasana hati mereka berdua juga bagus. Hari ini, mari kita bahagia.

Younghoon dan Changmin memejamkan matanya. Keduanya tertidur berbagi earphone dengan lagu kesukaan mereka. Sebenarnya jika dipikir kembali, Younghoon dan Changmin adalah perpaduan yang pas. Mereka banyak menyukai hal-hal yang sama. Changmin adalah seseorang yang Younghoon butuhkan di hari terberatnya atau bahkan di kesehariannya yang terbilang biasa saja. Sedari dulu sering berbagi, sering bersama,hingga lama kelamaan mereka tak sadar bahwa sedang memupuk rasa sayang.

Saat Younghoon sedih, atau merasa gagal, tak perlu banyak kata yang harus diucap, kala ia mendekati Changmin, Changmin akan senantiasa dengan lapang dada melebarkan tangannya memeluk sang tersayang memberinya tempat ternyaman untuk berkeluh kesah tanpa banyak menghujat dan bertanya. Changmin adalah pendengar baik.

Sedangkan Younghoon adalah the best problem solver bagi Changmin. Changmin adalah orang yang easy going, tapi dibaliknya ada seseorang yang selalu penuh rasa cemas terhadap hal-hal kecil sekalipun. Ji Changmin adalah anak laki-laki pertama keluarganya, maka tak jarang ia merasa terbebani ekspektasi keluarga karena dirasa Haknyeon masih terlalu muda untuk ditaruh harapan besar, meskipun pada akhirnya nanti akan tetap sama sepertinya

. Dan saat Changmin merasa kecil dan tidak berguna, akan selalu ada Younghoon disana.

Changmin terlelap dibahu Younghoon, nafasnya memelan lembut. Younghoon tersenyum kecil lalu menepuk puncak kepala yang lebih muda. Mengusapnya pelan-pelan dan ikut memejamkan mata.

Ji Changmin berlari sambil menenteng tasnya. Berteriak dengan lantang bahwa ia telah sampai di pantai. Kakinya berlari cepat sekali meninggalkan Younghoon yang sedikit kewalahan menyamakan langkahnya.

Changmin berjalan menuju bibir pantai, sengaja merendam kaki diatas air kala ombak mendekat padanya. Tertawa kencang saat ombak menerpa dirinya.

“Changmin! Jangan jauh-jauh” teriak Younghoon yang sedang memesan tikar. Ji Changmin,pemuda itu hanya mengacungkan jempol sambil memotret pemandangan laut siang hari yang cukup terik. Tapi itu semua tak membuat semangat Changmin luntur, malah semakin membara. Changmin berjalan mundur, sedikit menjauh dari bibir pantai, menjauh dari jangkauan ombak. Ia berjongkok memainkan pasir, mengukir emoticon senyum lalu memotretnya. Menggali lubang menemukan kerang dan kelomang, lalu memotretnya. Ia tertawa kecil sambil terus mengambil gambar.

“Ditaruh dulu tasnya sini. Pakai sunblock juga astaga kau ini” Younghoon mengulurkan tangannya membantu Changmin berdiri. “Aku terlalu senang”

“Ya. Terlihat jelas dari tadi. Ayo”

Younghoon menggenggam tangan Changmin menuntunnya menuju tikar yang tadi ia pesan. Changmin mendudukkan dirinya diatas tikar, menaruh tas lalu merogoh sunblock dan memakainya dibagian bagian yang terbuka. Matanya tak henti menatap pantai yang lumayan ramai.

“Kak!!! Nanti naik kuda ya??”

“Sore saja biar bagus sambil lihat sunset”

“Ide bagus!!! Kalau begitu sekarang kita berenang? Bagaimana??”

“Iya boleh, aku cari penitipan barang dulu kalau begitu”

Senyum Changmin kian melebar. Hal itu membuat Younghoon menertawakannya lalu menjawil hidung runcingnya, “astaga kau menggemaskan”

“Aku sudah menitipkan barang-barang, kau sudah siap?” Tanya Younghoon. Changmin mengangguk lalu memasukkan handphonenya pada tas kecil tahan air yang ia bawa. Younghoon menggenggam tangan Changmin mendekat pada petugas wahana air, Younghoon kembali terkekeh saat dirasa Changmin begitu excited.

Keduanya bermain banyak sekali wahana air. Banana boat, Bermain jet ski juga, Flyboard, single parasailing dan jangan lupa Rolling donut.

Changmin benar-benar teman yang pas diajak bermain permainan outdoor begini. Younghoon menikmati bagaimana Changmin tertawa, menjerit takut, tenggelam, melayang, terbang, dan berakhir mengapung diatas air setelahnya. Changmin memiliki paras yang sempurna, dibumbui tawa seperti ini, membuatnya lebih indah dari sebelumnya. Younghoon bersyukur karena ia bisa menjadi salah satu penikmat betapa indah ciptaan Tuhan didepannya. Younghoon juga menikmatinya. Permainannya, suasananya dan keberadaan Changmin sebagai teman berliburnya.

Keduanya sedang asyik ditepian pantai. Younghoon mengubur Changmin diatas pasir pantai. Lalu ombak mendekat pada keduanya, menarik pasir pasir yang menutupi tubuh changmin. Lalu keduanya tertawa. Tangan Changmin jahil meraup segenggam pasir basah, dan dilemparkannya tepat pada perut Younghoon. Akhirnya keduanya bermain kejar-kejaran dan saling melempar pasir basah. Younghoon berlari lebih kencang lalu memeluk perut Changmin, mengangkat dan memutarnya. Lalu terakhir, mengoleskan segenggam pasir pada wajah Changmin. Keduanya tertawa bahagia. Ya seperti dunia milik berdua saja.

Menjelang sore, Changmin dan Younghoon akhirnya menghentikan aktivitas mereka. Pergi mandi di pemandian umum, lalu makan sore ditepian pantai. “Kak makasih banyak ya udah mau aku ajak kesini. Mungkin kakak sebenarnya sibuk tapi mau-mau saja aku ajak kesini”

“It's ok. Aku juga butuh liburan dan kebetulan free. Aku juga seneng bisa kesini sama kamu, seru banget soalnya haha” ucapnya sambil membersihkan ujung bibir Changmin yang belepotan saus barbeque. Changmin tersenyum kian manis. “Naik kuda yuk?”

“Habisin makanannya nanti kita naik kuda. Ingat jam 8 udah harus pulang”

Changmin mengangguk lalu melanjutkan acara makannya.

Keduanya berjalan bergandengan menghampiri tukang sewa kuda. Younghoon membantu Changmin menaiki kudanya, lalu akhirnya ia menyusul. Changmin dan Younghoon diatas kuda masing-masing, berjalan menyusuri pantai sore hari,suara ombak berdebur bersahutan dengan kicau burung burung yang hendak kembali ke peristirahatan. Warna jingga menyala membias diatas air. Changmin menyipitkan matanya menoleh ke arah matahari. Bagi Younghoon, Changmin memiliki senyum sehangat matahari, seindah senja, dan ia selalu suka.

“Mas pacaran ya? Cocok banget”. Younghoon tersipu malu mendengar ujaran tukang sewa kuda yang sedang berjalan disamping mereka.

“Makasih lho pak”

“Pacarnya manis mas”

“Iya manis banget” lalu Younghoon kembali tertawa kecil.

Kuda keduanya berhenti setelah berjalan-jalan, dan menepi guna mengambil gambar. Changmin mengambil banyak sekali gambar, entah itu langit, laut, pasir pantai, atau bahkan dirinya sendiri. Younghoon mendesis karena takut memori handphonenya penuh. “Nanti kirim ya kak” katanya. Ya tapi tak apalah berkorban memori handphone, asalkan changmin senang. Younghoon mengusak rambut yang lebih muda gemas, memeluknya dengan sebelah tangan, “ayo selfie dulu”

“Oh iya! Kita belum ada foto bareng ya. Mas mas, tolong fotoin kita berdua dong” changmin menyerahkan handphonenya pada tukang sewa kuda yang masih menunggu mereka. Keduanya berpose di pasir pantai bernuansa senja. Younghoon merangkul changmin, membuat badan keduanya semakin menempel. Mengambil beberapa pose untuk foto bersama, Changmin memeluk pinggang Younghoon, sedangkan Younghoon memilih untuk menyandarkan kepalanya dipuncak kepala Changmin.

“Makasih banyak mas hihi fotonya bagus-bagus. Kak jangan lupa lho kirim fotonya”

“Iya iya bawel banget. Ayo pulang, kita beli oleh-oleh sebentar lalu pulang, bentar lagi jam delapan”

“Hihi makasih kak makasiiihhh banget udah mau nemenin aku. Aku seneng banget bisa main kesini, apalagi sama kakak”

“Sama-sama, gemes. Ayo” Younghoon Menggandeng tangan yang lebih muda lalu berterimakasih sekali lagi pada tukang sewa kuda dan keduanya pergi mencari oleh-oleh. Memilih dan memilah baju,makanan dan beberapa pernak-pernik lucu yang bisa mereka hadiahkan untuk orang-orang terkasih. Changmin menyampirkan topi pantai diatas kepala Younghoon sedikit berjinjit lalu tertawa, “wooahh! Kakak keren banget pakai itu hahaha”

“Usil banget sih, ayo cepat mau yang mana buat Sunwoo?”

“Ih galak banget hihi sebentar dong” Tangan Changmin dengan cekatan mengambil beberapa aksesoris dan pajangan pantai, lalu menunjukan sebuah gelang lucu pada Younghoon, “aku ambil ini buat Chanhee ya? Boleh kan?”

“Ambil aja. Nanti kakak bayar”

Changmin memekik senang lalu kembali berjalan mencari pernak-pernik lucu. Setelah dirasa cukup untuk dibagikan, keduanya berjalan ke kasir. Younghoon menyerahkan beberapa lembar uang lalu berterimakasih sampai akhirnya pamit.

“Seneng banget?”

“Iya seneng banget! Makasih banyak udah traktir segini banyak hihi. Kakak beli apa aja buat Chanhee?”

“Hm? Kaos sama pajangan aja. Kakak juga bingung. Kamu tuh yang banyak banget comot ini itu buat Sunwoo”

“Kan mumpung lagi disini kak hihi. Nanti kapan-kapan kesini lagi yuk, aku ajak sunwoo kakak ajak Chanhee?”

Younghoon mengangguk lalu tersenyum manis, meraih puncak kepala Changmin untuk dikecup singkat. “ayo ke terminal, nanti ketinggalan bus”. Changmin mengangguk dan mengikuti langkah yang lebih tinggi. Hatinya berdebar kencang, Younghoon ini memang sangat manis, tampan dan baik. Changmin jadi betah.

Younghoon menaruh tas dan beberapa kantong kresek mereka dibagasi. Setelah di rasa aman, keduanya mulai menaiki bus. Mengambil bangku yang kosong dan saling berbagi earpods bersama. Yang lebih kecil membuka Snack dan mulai mengunyah. Sambil menikmati alunan lagu yang mengiang. Younghoon menatapnya sebentar lalu merangkul bahunya. Menarik puncak kepalanya hingga ia bersandar pada bahu Younghoon. Changmin menengadah menatap yang lebih tua, tersenyum sangat manis sambil berterimakasih. Younghoon balas tersenyum sambil mengangguk. Tangan yang menganggur ia gunakan untuk mengusak rambut Changmin.

Adik kelasnya ini, andai saja dia tahu. Bahwa duluㅡ jauh sebelum ia memiliki Chanhee, Younghoon memiliki rasa yang spesial untuknya.

Younghoon membuka pesan masuk di notifikasi bar ponselnya, menekan keyboard diatas layarnya kala seseorang menanyainya kapan pulang.

[ Chanhee💜 Iya, aku dan Changmin sedang dalam perjalanan pulang. Good night sayang ]

Ya...andai saja Changmin tau, jauh sebelum memiliki Chanhee, Younghoon sangat menyukainya

JKT48 – Only Today

Walau ku tau sekarang Kamu pacarnya dia Maafkan aku telah Mengajak kamu ke sini

Kamu cukup menemani saja Di sampingku menjadi orang terdekat Sama seperti dahulu tanpa berubah Untuk terakhir kalinya Ikutilah cintaku yang konyol ini Sampai mentari terbenam nanti

Karena cinta, banyak bentuknya

Ryeonseung/ seunoo lima tahun Trigger warning: hurt/comfort maybe? Mention surgery, it's not little space!AU, BXB, kissing scene,etc.

Karena cinta banyak bentuknya, seunoo mau jadi salah satunya. Meskipun harus mengorbankan apa yang menjadi miliknya. Karena seunoo tahu, meskipun hari ini hujan, esok akan cerah. Kakak seunoo bilang, untuk jadi pelangi, hujan sangat butuh matahari. Seunoo ingin jadi matahari. Sangat.

Selamat pagi/siang/sore/malam Tante-tantenya seunoo. Sudah lama ya sejak pertemuan terakhir dengan Seunoo. Tentunya kabar Tante baik-baik saja kan? Seunoo tentunya sehat, Tante. Buktinya sekarang seunoo mamnya banyak hehe.

Ok kembali lagi dengan rutinitas seunoo yang tidak jauh-jauh dari menggambar, mewarnai, dan bermain bersama hancho-hanchonya. Ya karena ada hancho besar dan hancho kecil. Mungkin, beberapa kali bermain bersama Garfield dan berkebun bersama paman supir juga sesekali. Dan Seungyounie, tentu saja sibuk bekerja.

Hari ini berbeda. Seungyoun memutuskan untuk bekerja dirumah, karena akan mengantar Seungwoo suami gemasnya untuk cabut gigi. Hehe. “Seunoo terlalu banyak makan permen sih kan giginya jadi sakit” ujar Seungyoun. Seungwoo hanya terdiam sambil bermain dengan bebek karetnya. Membiarkan Seungyoun menggaruk dan memijat kepalanya. Seungyoun menuang sedikit lagi shampoo lalu kembali menggaruknya. Membiarkan busa-busa sabun menggumpal semakin banyak diatas kepala suami gemasnya.

“Dengar tidak Seungyounie bicara,hm?”

Seungwoo hanya menjawabnya dengan “hm”, mengabaikan suaminya yang kembali berdakwah tentang seunoo harus mengurangi permen dan coklat, harus gosok gigi tiga kali sehari, harus minum air putih banyak dan masih banyak harus harus harus yang seunoo harus lakukan. Seungwoo memanyunkan bibirnya sebal sambil melempar mainan bebek itu kearah Seungyoun lalu merengek memprotes. Membuahkan cubitan di kedua pipinya yang lumayan kencang.

“Kok Seungyounienya dilempar hm? Kok begitu sih seunoo sekarang? Jelek ah jangan begitu”

“Bicik seunoo sakit gigi bicik!!!”

“Iya tapi kan tidak boleh melempar begitu sayang nanti sakit, ngerti kan? Seunoo ngerti kan? Kan sakit itu gak enak sayang”

Lalu Seungwoo mencebik sedih,“maaf seunoo maaf…” cicitnya. Seungyoun tersenyum sambil mengecup ujung hidung mancung suaminya lalu mulai membilas tubuh seungwoo dari berbagai busa yang menempel. “Habis ini Seunoo mam bubur ya, Seungyounie mandi lalu kita berangkat cabut gigi. Ok?”

“Oke captain” lalu Seungwoo tertawa kecil saat Seungyoun mulai melilitkan dua buah handuk pada tubuhnya. “Pake baju sendiri ya? Sudah disiapkan bibi diatas tempat tidur” lalu, kecupan sayang mendarat diatas keningnya. Tanpa basa-basi, seungwoo segera berlari keluar dari kamar mandi. Siap menyambut hari dengan mewarnai Ironman selagi makan nanti.

Tangan seungwoo cekatan mengoleskan warna merah dari crayonnya pada buku gambar. Keningnya berkerut serius. Sesekali melupakan bubur yang sedang ia santap. Lupa untuk membuka mulut saat bibi Lim menyodorkan sendok padanya. Lalu, Bibi akan merebut crayon itu sambil bilang, “ayo mewarnainya sambil makan”. Seunoo sebenarnya ingin sekali makan burger. Tapi giginya sakit. Seungyoun berjanji membelikannya burger hari ini, asal seunoo mau cabut gigi.

Kata Dongpyo, cabut gigi itu sakitnya hanya sebentar. Maka seunoo mau melakukannya. Apalagi dengan hadiah burger.

“Suapan terakhir, Tuan. Ayo buka mulutnya”

Seunoo menggaruk hidungnya sambil mengunyah bubur yang masuk. Lalu kembali pada aktivitas mewarnai Ironmannya. Seunoo tertawa sambil bertepuk tangan saat Ironmannya sudah jadi. Maka, ia memutuskan untuk berlari membawa hasil karyanya untuk ditunjukkan pada suaminya, yang mungkin masih memakai baju dikamar sana.

Suara ribut langkah kaki terdengar, menyebabkan Seungyoun yang masih memakai ikat pinggang sedikit berteriak mengingatkan seunoo agar tidak berlari-lari begitu.

“Younie Younie Younie!” Teriaknya semangat. Seungwoo membuka pintu kamarnya sedikit kasar. Rupanya, senyum diatas bibirnya belum jua luntur.

“Younie liat seunoo ini liat liat”

Dan

Buugh!

Seungwoo tergelincir karpet, mengakibatkan dirinya jatuh dengan pantat yang terjun duluan. Seungyoun berlari kecil menghampiri seungwoo yang sudah berkaca-kaca. Pasti rasanya sakit.

“Astaga sayang, kan sudah Seungyounie bilang jangan lari. Sakit ya hm? Mana lihat yang sakit mana?” Katanya sambil mengusap punggung seungwoo yang tampaknya masih terkejut.

“Aaaaaaaa... Seungyounie~ sakit seunoo sakit” rengeknya. Seungwoo membalik tubuhnya, menungging tepat kearah Seungyoun,“sakit seunoo sakit aaaaaaaa! Sakit”

Seungyoun sempat mengerjap beberapa kali. Disodori pantat begitu membuat kerja otak Seungyoun tiba-tiba melambat. Lalu ia segera menepis pikirannya dan mulai merengkuh tubuh seungwoo. Seungyoun duduk bersila diatas karpet dengan Seungwoo diatas pangkuan. Tangannya mengusap punggung dan menepuk pantat yang tadi seungwoo keluhkan sakit.

Suaminya terisak sedikit. Efek kaget dan sakit yang menyampur. Seungyoun mencium pipinya,“tidak apa-apa kan Seunoo kuat. Nanti jangan lari-lari lagi ya? Kan sakit kalau jatuh,ok?”

Seungwoo mengangguk gemas lalu memeluk Seungyoun kuat-kuat. Mencium ceruk leher suaminya sedikit, sambil menggerung. “Kita cabut gigi sekarang? Biar makin cepat makan burger?”

Dan seungwoo tidak butuh berfikir lagi untuk mengangguk mengiyakan ajakan Seungyoun. Ya. Semuanya demi burger.

Dan hadiah mainan We Bare Bearsnya.

Menjadi Han Seungwoo itu sebenarnya tidak mudah. Apalagi sejak kecil. Hari-harinya diwarnai gelap dan kelam amarah ayah kandungnya. Tidak pernah mendapatkan hati dan kasih sayang ayahnya. Hanya kakak. Kakak dan bibi yang sayang padanya. Maka, seunoo tidak pernah menjadi anak nakal. Karena baginya, dia lahirpun sudah cukup nakal.

Seunoo bukan type anak istimewa yang berontak saat diajak pergi ke dokter, bahkan seunoo suka pergi ke dokter. Seunoo bilang dokter itu baik, dia akan menyembuhkan semua lukamu. Seunoo juga bukan anak yang takut jarum suntik atau susah minum obat. Seunoo juga bukan yang susah diajak terapi meskipun kadang banyak drama malas mandi. Bagi Bibi Lim, seunoo adalah permata. Tapi sebelum menjadi permata yang mahal, ia harus melewati segala macam rintangan. Agar kelak dirinya terasah, tidak hanya menjadi bongkahan arang yang selalu mendapatkan hinaan.

Seungyoun mengusap pipi Seungwoo disamping kursi kemudinya. Seungwoo menatap lurus ke depan dengan hancho kecil dipelukan. Sesekali mencubit tangan Seungyoun diatas persneling mobil. “Seunoo tidak takut kan?”

Seungwoo menggeleng. Seungyoun tersenyum lalu merengkuh tubuh suaminya. Mendaratkan kecupan sayang diatas dahi, “seunoo hebat banget. Suami Seungyounie pinter banget.”

Seungyoun mengusap punggung seungwoo dengan sebelah tangan. Tangan kirinya memegangi jeruk yang sedang seungwoo makan. Matanya berpendar ke kanan dan ke kiri sambil menunggu antrean cabut gigi. Seungyoun bilang, seungwoo harus makan buah dulu, nanti baru diizinkan makan burger. Seungyoun berhenti sebentar. Meraba batang tubuh seungwoo lalu mengusapnya pelan-pelan. Seungyoun mencium kening suaminya,“pinter banget suaminya Seungyounie” ujarnya berkali-kali. Seungwoo hanya tertawa geli sambil terus melanjutkan kegiatannya makan jeruk. Sebelum akhirnya, namanya dipanggil.

Tidak ada drama apapun. Hanya seungwoo dengan giginya yang dicabut, lalu diberi kapas dengan alkohol dan diberi nasihat jangan terlalu banyak makan yang manis-manis, lalu pulang. Tidak ada drama. Seungwoo memeluk hancho lebih erat kala merasakan sensasi dingin menyapa gusinya. Lalu sedikit tertawa entah karena apa.

“Ayo burger!” Seungyoun tersenyum manis lalu mengangguk, “bisa makan burgernya? Kan baru dicabut” “Bisa! Seunoo bisa seunoo pintar” “Yasudah nanti burgernya dipotong kecil saja ya biar mudah” dan Seungwoo mengangguk semangat.

Lima tahun lalu, seungwoo pernah dirawat di rumah sakit. Di opname selama seminggu akibat perlakuan kasar ayahnya yang mabuk sepulang jamuan makan malam bersama client. Perlakuan kasar itu menaruh trauma besar seungwoo pada vas bunga yang perlahan hilang sendiri. Hari itu vas bunga mendarat di kepalanya, dan hatinya hancur. Kakak dan bibi Lim membawanya ke rumah sakit. Menangis sepanjang jalan karena takut kehilangannya. Tapi Seungwoo adalah anak yang kuat. Seungwoo adalah anak yang baik.

Seungwoo pernah menonton film,film itu bilang jika suatu saat nanti kamu menghilang, kamu harus diingat sebagai orang baik. Maka Seungwoo akan selamanya berusaha menjadi anak yang baik.

“Nah, ini burger ayam untuk seunoo. Minumnya air putih saja ya sayang kan sedang sakit”. Seungwoo tertawa gemas. Mata hitamnya berbinar-binar melihat tangan Seungyoun dengan hati-hati memotong burger ayamnya menjadi beberapa keping agar mudah untuk seungwoo cerna. Seungwoo mengelus puncak kepala Seungyoun lembut penuh kasih sayang lalu mengecup pipinya,” terimakasih Seungyounie” ujarnya.

“Makannya pelan-pelan ya”

Mata seungwoo tertuju pada rombongan keluarga yang duduk disebelah mejanya. Ada kue ulangtahun yang sepertinya sangat enak dibawa oleh anak muda berambut pirang. Seungwoo menggigit garpunya, matanya berhenti diatas kue yang sedang ditancapi lilin.

“Hey, ayo di makan. Kita harus cepat pulang, kan harus belanja bulanan ya?” Kata suaminya sambil menarik dagu seungwoo agar kembali fokus pada piringnya.

Seungwoo kembali melahap potongan burger itu lalu menatap bingung. Akhirnya ia menarik ujung kaos Seungyoun sambil menunjuk ke arah kue yang sedari tadi ia perhatikan.

“Kenapa lima?”

Seungyoun menoleh pada sesuatu yang menarik perhatian suaminya. Ia mendapati keluarga besar itu bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu ulangtahun untuk sang kepala keluarga. Kenapa lima ya lilinnya? Apakah artinya usianya 50 tahun?

“Mungkin usia ayahnya sudah 50 tahun sayangku” ujarnya menerka. “0 hilang?” “Entahlah. Ayo di makan lagi ya”

Seungwoo mengunyah burger pelan-pelan, matanya masih mencuri pandang pada kue yang sekarang sedang dipotong untuk diberikan pada anggota keluarga. Seungwoo sungguh sangat ingin mencicipi kuenya.

“Kenapa lima” Seungwoo menunjuk keatas kue yang masih ditancapi lilin angka lima. Seketika keluarga besar itu menoleh pada Seungwoo yang dengan entengnya bertanya pada mereka.

Seungyoun mendesis meminta maaf, lalu kembali menanyakan yang menjadi pertanyaan Seungwoo.

“Ini adalah hari dimana aku mendapat donor sumsum tulang belakang dari seorang pemuda Busan, lima tahun yang lalu tepat di hari ini, aku hidup kembali berkatnya”

“Ah begitu. Senang mendengar anda bisa kembali sehat. Semoga sehat selalu ya Tuan” ujar Seungyoun.

“Berkat pemuda itu aku bisa hidup kembali, aku harus berterimakasih pada Han Seungwoo”

Telinga Seungyoun dan Seungwoo menegak. Itu kan nama seunoo! Ujarnya dalam hati. Keduanya saling bertatap muka.

“Han Seungwoo? Dari Busan?”

“Ya. Aku mendapat donor dari seorang pemuda bernama Han Seungwoo dari Busan”

“Itu seunoo! Seunoo seunoo!!!” Ujarnya bahagia sambil mengangkat garpunya tinggi-tinggi dan tertawa.

Sontak, keluarga besar itu terkejut atas pengakuan seungwoo. Begitupun sang kepala keluarga yang tak kalah terkejut sambil berkaca-kaca.

“Suami saya ini, memiliki bekas luka operasi dipunggungnya, untuk donor sumsum tulang belakang lima tahun lalu”

Seungwoo tersenyum amat cerah seolah membanggakan dirinya yang sudah menolong orang lain. Maka, sang kepala keluarga berdiri dan memeluk Seungwoo sambil menangis haru. Begitupun keluarganya yang lain, mereka semua mendekat pada Seungwoo dan Seungyoun sambil berterimakasih.

Seungwoo tertawa gemas karena tak hentinya mendapat pelukan dari orang-orang, lalu matanya menangkap kue ulangtahun semakin dekat dengan jemarinya, lalu dengan jahil ia mencolek cream coklatnya dan memasukannya kedalam mulut, “manis!!”.

“Astaga, ayo nak dimakan kuenya. Sebentar ya ibu potongkan untuk mu”

“Tolong jangan terlalu banyak nyonya, ia baru saja cabut gigi”

Seungwoo menggerung tak suka, tapi kembali tertawa saat sepiring kue sudah digenggamannya.

“Seungyounie lihat! Lihat lihat!! Kue ulangtahun!!! Enak enak enak” ujarnya sambil memamerkan kuenya pada Seungyoun. Seungyoun merengkuh bahu Seungwoo lalu mengecup bibirnya singkat,“malaikatku... terimakasih ya”

Cinta itu banyak jenisnya. Bisa berupa seorang pemuda asal Busan yang ikhlas mendonorkan sesuatu miliknya untuk orang lain.

“Kakak, ayah itu kenapa?” “Sakit sayang. Katanya butuh donor sumsum tulang belakang yang cocok” “Apa itu?” Kala itu, Sunhwa menjelaskannya secara singkat dengan bahasa yang seharusnya mudah untuk seungwoo cerna. Lalu Seungwoo tersenyum,“seunoo punya! Kasih ayah itu kasih” Maka hari itu, lima tahun lalu, dengan persetujuan alot yang harus dilalui, seungwoo berhasil menebarkan cinta untuk orang lain. Seungwoo bangga bisa menolong orang lain. “seunoo baik?” Tanyanya lemah saat membuka mata. Sunhwa saat itu menangis terharu, tak henti mengecupi wajah seungwoo dan menggenggam tangannya, berbisik pada Seungwoo bahwa ia adalah manusia paling baik yang pernah Sunhwa tahu. Maka Seungwoo bangga.

Seungwoo memang menjalani hidup apa adanya. Ia tak pernah berpura-pura atau menutupi jati dirinya. Dan semua orang bangga akan hal itu. Karena Seungwoo istimewa dengan caranya sendiri.

Selamat ulangtahun captain Seungwoo! We wish you all the best✨💕

©Meiri Tan 🍑

On Going

Archive for Bottom Gyul's story by Meiri

√ 𝕌𝕟𝕤𝕡𝕠𝕜𝕖𝕟 [𝕍𝕚𝕟𝕘𝕪𝕦𝕝 ℝ𝕪𝕖𝕠𝕟𝕤𝕖𝕦𝕟𝕘] [https://twitter.com/cicigemas/status/1314401500861349895?s=19]

√ 𝕋𝕣𝕦𝕟𝕥𝕦𝕞 [𝕔𝕒𝕥𝕘𝕪𝕦𝕝][https://twitter.com/cicigemas/status/1300789050341838851?s=19]

YOHANGYUL Oneshoot 🔞 Persahabatan bagai kepompong bukan sahabat kalau gamau nyeponkk

Tw : vanilla sex (amin!), Blowjob, handjob,praisekink, sex scene, doggy-style, peluk cium peluk cium, OOC,lokal!vibe, dan segala jenis warning lainnya aku pusink palaku meledak!

Top;Yowan!!! Ingat! Kim Yohan✨❤️ Bott; Hangiyul!!!! Ingat Lee Hangyul ya💕

Ini pertama kalinya aku bikin yohangyul, bikin vanilla sex juga kayaknya? Au dah jadinya kayak apa hehe

Gila. Lee Hangyul gila. Apa-apaan sih, siang-siang begini bisa aja dia bikin kepala Yohan mau meledak. Baru dua jam yang lalu mereka bertemu di kampus lalu pulang ke rumah masing-masing, eh sudah bikin perkara lagi ini pemuda kelebihan hormon.

Hangyul ya. Yohan kenal hangyul sudah lama. Sejak SD kebetulan mereka selalu bersama. Rumah mereka tidak terlalu jauh, tapi tidak juga bisa dikatakan dekat. Kena seribu langkah kaki kali ya?

Hangyul itu anaknya easy going dan nyeleneh. Ada aja gitu ide gemes didalam otak kopongnya (kalau kata Yohan) padahal anaknya pintar tuh. Hangyul itu, anaknya slengean, blingsatan kebanyakan gula, suka bertualang, gak bisa banget diem, dan random.

Masalahnya, Hangyul itu benar-benar kelewat random. Yohan kadang takut sendiri kalau randomnya hangyul ini bakalan celakain dia sendiri. Makanya, gak tahu sejak kapan Yohan agak berubah jadi sahabat yang protektif dikit ke hangyul.

Bayangin aja, gimana kalau suatu saat bisa aja Hangyul ngechat pengen nyepong ke Lucas? Mark? Atau bahkan Woojin? Gak bisa bayangin Yohan… gak bisa!

Atau mungkin Yohan gak mau bayangin? Atau bahkan gak mau berbagi? Ya gimana ya, Yohan juga gak bisa bohong kalau service dan badan Hangyul itu emang sebagus itu. Seempuk itu, seindah itu sampe mo meninggal. Asli.

Maka, dengan raut muka yang ditekuk, Yohan ketuk pintu rumah Hangyul sedikit keras. Tak lama, sosok itu membukakan pintu untuk Yohan, tentunya dengan cengiran menyebalkannya.

“Hehe”

“Jangan haha hehe, minggir gua mau masuk” Yohan lantas menyeret pintu itu terbuka lebih lebar lalu melangkah masuk tanpa ragu ke rumah itu. Hangyul mengekor dibelakang,lalu tertawa kecil karena Yohan benar-benar datang.

“Hehe dateng juga Yohan hehe”

Yohan memijat pelipisnya singkat, “Lo tuh! Lo tuh ya!! Sumpah pengen tak hiiiihhh” ucapnya sambil mencubit kedua pipi Hangyul agak keras. “Aduh sakit Yohan!”

“Gyul… sehari aja jangan aneh-aneh bisa gak sih?”

“Itu gak aneh aneh yohan, lagian kan cuma sama Lo?”

Yohan mendengus,“iya sama gua tapi kan gua jantungan Lo kirim foto-foto begitu! Porno tau gak?”

Hangyul membuang muka sebel, “Halah porno porno, padahal Minggu lalu kita mandi bareng biasa aja tuh? Malah Lo bantuin gua sabunin punggung”

Yohan melirik kearah Hangyul yang masih mengerucutkan bibirnya. Hadah, kalau yang mulia sudah merajuk nih, Yohan malas banget.

“Iya deh iya. Tapi kasih aba-aba dulu, biar gua siap-siap, kan kalau Lo tiba-tiba kayak tadi, siapa yang tahu hp gua lagi dipegang orang? Kan bahaya, bisa aja mereka sebar atau simpan buat hal-hal gak baik? Kan gua cuma khawatir?” Yohan merengkuh tubuh Hangyul sambil diusap-usap perutnya, Yohan menumpukan dagunya pada bahu Hangyul. “jangan ngambek ntar koleksi Iron Man Lo gua rusakin”

“Gak ngambek sih gua.. cuma mau nyepong aja”

Yohan membalik tubuhnya, “Lo mah ah males deh gua”

“Ihhh Yohan, ayoo gua lagi pengen”

“Telfon aja sana pacar Lo, masa sama gua terus sih? Kemarin juga sama gua”

“Enakan sama lo,Yoh. Guanya dipuji-puji, dielus-elus, dipeluk, dicium..”

“Kalau sama pacar Lo?”

“Sama aja tapi sering kasarnya hehehe kan lembutnya sama Lo” Hangyul menaruh kepalanya diatas dada Yohan, memeluk sahabatnya erat-erat, “pretty please?”

“Lo tuh! Ahhh yaudah ayo ke kamar” lalu Hangyul melompat kegirangan sambil berteriak sayang Yohan. Lalu Hangyul berlari buru-buru menaiki tangga menuju kamarnya, Yohan dibelakang hanya tertawa geli sambil mengikuti langkahnya, “pelan-pelan entar Lo benjol gua ga mood ngewe

Niもったいない (Mottainai)

Jung Jaehyun x Lee Hangyul

Notes : Diambil dari AU Gelap karya Meiri dan Nana, selingan doang sambil bangun mood buat lanjutin. Lokal!vibes dan mengandung unsur sara

Trigger warning; chocked, deepthroat,sex scene, spanking, doggy-style,rough,overstimulation, subspace,after care, sub!!gyul, etc.

もったいない (Mottainai) secara harfiah artinya boros, namun bisa juga berarti sesuatu yang disia-siakan. Dan bisa saja yang disia-siakan itu adalah sesuatu yang berharga, seperti Mahawira misalnya?

“Jangan begini.” Elang berusaha menurunkan kaki Wira yang masih mengungkung pinggulnya. “Lepas aja, gua gak kemana-mana.”

Wira menurut, tapi bibirnya masih mengejar. “Jangan lepas-hngh!” Kalimatnya tertahan oleh lutut Elang yang tiba-tiba menekan perutnya.

“Katanya tadi mau kasar?” Bisiknya disambar gigitan di bahu. Gigit, bukan cium. Wira mengeraskan cengkeraman tangannya di bahu Elang, alhasil menciptakan banyak deretan bekas cakaran dalam di sana.

“Terus-lagi-hhh..” ia terus meminta, napasnya sudah tidak beraturan.

Dengan sukarela Elang mengamini, ditekannya saluran napas Wira pelan-pelan, lama kelamaan makin menguat. Tangannya yang lain mulai menggenggam bagian bawah Wira, mengurutnya dengan ahli.

“Begitu? Maunya begitu, Wira?”

Sepertinya cengkeraman elang masih kurang kuat karena Wira masih bisa mencuri napas.

“Laghh..lagi..hh.. keras.. lagi..”

“Lagi? Kurang?”

Jemari kaki Wira mengejang ketika cekikannya diperkuat lagi, kali ini tidak ada setarikan napaspun yang lepas. Semakin kuat ia mencoba, semakin kuat juga Elang menahan, namun rasa sakitnya semua dikompensasi dengan tangan Elang yang masih terus menerus mempermainkannya.

“Tepuk kalo mau lepas.”

Tanpa membuang waktu, Wira menepuk punggungnya cepat. Elang langsung menarik diri.

“Segitu aja?” Ia menggoda, menyamankan diri di samping Wira yang kehabisan tenaga. Tangannya menampar kemaluan Wira yang berdiri tegak, membuatnya menggeram pelan dengan mata terpejam. Elang tak peduli.

“Liat bahu gua, merah semua gini lo cakarin. Kucing nakal.” Dia ngegumam sambil buka nakas di samping ranjang. “Loh, Ra? Gak ada kondom disini?”

Wira ikut ngelongok. “Di kantong belakang celana gua ada.” Elang membalik tubuh Wira, dirogohnya kantong belakang celananya sambil sesekali meremas dengan sengaja belahan pantat Wira yang menggoda.

Hasilnya nihil. Hanya ada beberapa lembar uang tunai saja disana. Elang menggigit pundak Wira menghasilkan remasan dan erangan terkejut dari sang pemilik badan.

“Gua beli kondom dulu”

Elang melepas ikat pinggang Wira terburu-buru, menempatkan kedua tangan dibelakang tubuhnya sendiri. Wira mendongak menatap Elang dari tempatnya mengambil duduk. Wira menyeringai sedikit, Elang benar-benar distraksi terindah yang Wira punya.

Elang mengencangkan ikatan sabuk Wira pada kedua tangannya,mengunci pergerakan submisifnya. “gua ga lama” Elang mengangkat rahang Wira sedikit kasar. Dilumatnya bibir merah membengkak itu sekali lagi, rambutnya kembali dijambak dan lidahnya menerobos masuk secara serampangan.

Tubuh Wira terangkat dengan satu kali hentakan, Elang melempar sedikit tubuh Wira ke atas kasur. Membiarkan kasur hotel itu berderit kaget. Wira melenguh panjang, tubuhnya dibiarkan telungkup tanpa bisa bergerak lebih.

Pantatnya sengaja ia angkat dan jangan lupakan goyangannya. Elang tertawa remeh lalu memilih keluar untuk segera membeli kondom yang ia butuhkan. Tangannya memutar kunci agar tidak ada yang datang, Elang tidak ingin berbagi Mahawira. Pada siapapun.

Sepeninggal Elang, Wira diburu rasa panas dan gatal yang menderanya. Segitu inginnya ia disentuh karena sudah terlanjur jauh. Tubuhnya dibawa telungkup, bagian depan dirinya sengaja digesekkan pada sprei dibawahnya. Pantatnya dibawa menungging lebih tinggi, menggesek guling dengan kemaluannya. Melenguh dan mendesah, mengeluarkan liur karena sudah hilang akal. Badannya panas. Ingin disentuh. Maka ia menangis. Mengejar nafas yang beradu dengan gairah hewaninya. Wira merintih, kembali menggesekkan tubuh depannya lebih kasar pada fabrik dibawahnya.

“Elanghh…” entah mengapa rasanya sangat lama. Wira berusaha mencapai lubang senggamanya, namun sulit. Elang mengikat tangannya terlampau kencang. Wira bertumpu pada lutut, dengan sengaja menggesekkan penisnya pada guling, menekannya lalu kembali menggeseknya. Begitu terus hingga rasanya semakin gerah. Wira mendesah frustasi, cairan precum mengucur. Membasahi kain yang melapisi guling dan kasur dibawahnya.

Wira meraung kecil. Tidak cukup. Maka ia meremas pantatnya kencang, berharap rasa puas menghampirinya.

“Elang nghh…”

Elang membuka kenop pintu, mendapati Mahawira diselimuti kabut nafsu. Sprei kasur hotel itu sudah tak karuan. Terlalu kusut karena gesekkan Wira. Dibawah tubuh Wira, Elang bisa dapati sesuatu yang basah. Elang terkekeh geli lalu menampar bokong Wira agak kencang. Menimbulkan pekikan dan lenguhan yang bercampur baur dari celah beri Wira.

“Gak sabar banget ya?”

Elang meremas penis Wira yang memerah. Semakin basah dan semakin keras. Wira membuka mulutnya, berburu oksigen yang susah sekali masuk kedalam parunya. Elang mengocok penis Wira dengan cepat. Membuat Wira merasakan nikmat dan ngilu yang berlebihan, ia mendongakkan kepalanya tajam, melenguh dan mendesah kencang-kencang. Menumpukan kepalanya pada bahu Elang, sesekali menggigitnya karena rasanya terlalu membuatnya melayang.

Wira mengejang, menjemput klimaks pertamanya. Elang meremasnya kala pelepasan, membuat tubuh Wira meronta karena rasanya terlalu banyak.

“Toㅡnghh tolong ahh”

Elang meremas leher Wira, menggigit bibir bawahnya sensual, mengunyahnya sebentar lalu menampar pipinya kencang-kencang, karena beraninya Mahawira membasahi celana jeans-nya.

“Gak cukup Lo bikin bahu gua merah-merah hm? Sekarang malah basahin celana gua juga? Wira ini mau dihukum gimana lagi hm?”

Wira menjerit tanpa suara, Elang menekan penisnya dengan lututnya main-main, membuat bulu kuduknya kembali berdiri. Tubuh Wira meronta, kakinya mengejang, jemari kakinya meremas ujung kasur.

“Lagiㅡhhh lagi! Enak”

Elang menggeleng, membanting tubuh Wira dibawah kungkungannya. Tangannya menggenggam tangan Wira diatas kepalanya. Kembali memberi tanda pada dada dan perut. Wira menggeleng kacau, “jangan leher ahhh”

Elang menggigit bahu Wira, menjilatinya dan memberi tanda disini dan disana. Ia beralih pada ketiak Wira. Wangi lotion yang Wira pakai menyengat pada inderanya. Lidahnya kembali menelusuri kulit itu. Polos bagai kanvas dan lidah elang adalah kuas penjelajahnya. Elang menjilat ketiak Wira sekali lagi. Kanan dan kiri. Membuat Wira kembali frustasi.

“Ayo nghh ayo jangan lama-lama” Wira sengaja menggoda elang dengan menggesekkan lututnya pada celana Elang. Berharap kebanggaannya membesar dibalik celana jeansnya. Elang menamparnya lagi. Pipi kanan, kiri dan penisnya yang semakin mengeras dan menantang menegak.

“Bisa-bisanya” ujarnya tak habis pikir. Maka elang dengan senang hati membuka seluruh bajunya, menemani Mahawira yang sudah telanjang sejak tadi. Elang merobek bungkus kondom lalu memasangnya pelan-pelan. Wira menatapnya lapar. Penis itu. Penis milik anak Agraria itu. Beberapa kali membuatnya kewalahan dan menjemput nikmat. Wira merindu. Merindu pada rasa sakit yang bercampur nikmat.

“Buka Lang...mohonㅡ Wira mohon” katanya. Lalu senantiasa Elang membuka ikatan sabuk pada pergelangan tangan Wira, membuatnya melompat memeluk Elang sedetik setelahnya. Wira kembali meraup bibir Elang. Menggesekkan dadanya pada dada Elang. Elang memeluknya dengan sebelah tangan, yang mana tangan yang lain dipakai untuk melakukan fingering pada analnya.

Elang mencium pipi Wira singkat,“nanti gua keluar dimuka Lo ya”

Wira mengangguk kencang. Mau. Wira mau. Wira mau wajahnya dilelehi oleh sperma Elang. Lalu tanpa basa-basi, Elang kembali mencekik leher Wira. Membelenggu saluran pernapasannya. Wira memerah. Oksigen yang masuk tertahan diujung sana. Elang mempererat genggamannya, dan mengangkat tubuh Wira dengan kedua tangannya. Wira mengejang, meronta, menggenggam tangan Elang sekuat yang ia bisa. Matanya menatap lurus pada onyx Elang. Ia mendapati dominantnya menyeringai. Kaki Wira dibawa melingkar pada pinggang Elang, lehernya mendapati genggaman yang lebih kencang dari sebelumnya, maka Wira menepuk bahu Elang buru-buru, takut ajal menjemputnya sebelum nikmat.

Lalu Elang membanting tubuh Wira pada kasur. Dan membuka tungkainya lebih lebar. Wira terbatuk dengan diri semakin terbakar nafsu. “Kayaknya gak butuh pelumas ya sayang?”

Netra Wira terbalik penuh nafsu. Sekujur tubuhnya sudah merah dan basah. Bahkan saat tiga ruas jari Elang masukpun, Wira tidak kesakitan. Tubuhnya malah menjemput jemari Elang didalamnya.

“Gua masuk kalau gitu. Lo keliatannya udah siap”

Elang bertumpu pada lutut, menatap Wira dibawah tubuhnya lembut, anak ini bisa-bisanya meminta untuk dikasari. Tak apa. Elang suka. Hanya saja adrenalin terpacu lebih cepat, membuatnya sulit untuk menahan diri.

“Aㅡ ah! Nghh astaga”

Wira meremas punggung Elang, kepala penis Elang masuk pelan-pelan. Menyapa prostatnya dengan tenang. “gede! Ahhh anjing ah gede banget”

Plakk

“Your words sweetie”

Airmata itu entah kenapa tak terbendung. Wira menangis disela desahannya. Tubuh Elang maju mundur dengan pasti. Ujung penisnya menyentuh titik termanis didalam dirinya. Elang menahan pinggang Wira, mempercepat tempo permainannya. Maju mundur, tusuk, tampar, jilat, gigit dan kecup. Aktivitas elang pada tubuhnya membuat Wira semakin basah. Tubuhnya bergetar kecil sambil mendesah. Nikmat. Rasanya terlalu banyak. Wira menangis. Meronta, mendesah kacau, penisnya basah. Lubangnya basah. Tubuh atasnya basah, memerah dengan sempurna karena oksigen tetap susah masuk kesana. Mulutnya terbuka, air liur sesekali menetes pada pipi dan dagunya. Beberapa kali tersedak dan terbatuk. Suaranya perlahan menjadi serak.

Kukunya menancap pada pinggang Elang. Sakit, tapi nikmat. Wira tak mau Elang berhenti.

“Manis banget sayang” katanya. Elang mengusap pipi Wira lembut, mengecup ujung hidung dan keningnya sambil tetap menggenjotkan kebanggaannya. “m-mau keluar Lang..nghh m-mau keluar” Wira merengek. Tapi Elang tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Maka ia membalik tubuh Wira hingga menungging, dan kembali memaju mundurkan pinggangnya brutal. Membuat tubuh Wira terhentak kacau, Elang memeluk perut Wira, tak membiarkannya tumbang.

“Enak…ah!”

Tanpa sadar, Wira menggerakan tubuhnya berlawanan dengan aktivitas Elang. Membuat penis Elang, menjauh semakin jauh, dan menusuk semakin dalam. Kegiatan mereka memanas. Suara kulit yang beradu semakin kencang pada indera pendengaran. Pendingin udara sudah kehilangan pekerjaannya.

Kedua insan itu dimabuk kepayang. Diselimuti napsu birahi yang tak tertahankan.

“Ngh ngh ahh... elang!! Gede banget”

Elang menampar pipi pantat Wira. Membuatnya menjadi merah menggoda. Elang kembali memberi tanda diatas punggung Wira, yang katanya ingin ia gambari tattoo disana.

“Iniㅡnghh ini” tangan Wira dengan gemetar membimbing jemari Elang pada kedua nipple yang mencuat didadanya. Maka, elang senang hati mengerjainya.

Wira sudah hilang akal. Kalau kata Dewa, Wira sudah tolol karena terlalu banyak nikmat yang menghampirinya. Dan anaknya tak keberatan. Wira suka diewe sampai tolol begini.

Elang merasakan penis Wira membesar. Sebentar lagi pasti meledak. Maka, ia menggenggam penisnya, memberinya pijatan dan rangsangan lain, membuat Wira mendesah kencang kala menjemput pelepasan keduanya yang luar biasa.

Elang mencabut penisnya, menarik tubuh Wira hingga berjongkok dilantai, disisian kasur. Elang duduk sambil menyodorkan penisnya pada wajah Wira. Wira dengan senantiasa memasukan lolipop besar itu pada mulutnya. Membasahinya, melilitnya dengan lidahnya, memasukkannya pada kerongkongannya.

Wira menekan kepalanya mendekat, membiarkan penis itu menabrak jauh kedalam tenggorokannya. Membuatnya sulit bernafas dan sedikit mual. Rahangnya dipaksa terbuka lebar karena ukuran penis Elang yang bersarang di mulutnya.

Wira kehabisan nafas, matanya terbalik hawa nafsu, Elang menarik tubuhnya sedikit menjauh, membiarkan Wira bernafas, Wira terengah sambil terbatuk, tapi tangannya kembali menarik pinggang Elang mendekat, melakukan deep throat secara kontinyu pada dirinya sendiri.

“Calm down, Ra...nanti Lo kesakitan” Tapi Wira tak menghiraukan perkataannya. Ia kembali melesakkan penis Elang, dengan sengaja melumurinya dengan liurnya, dan membiarkan tenggorokannya terhalang.

Elang menjambak rambut belakang Wira, memaju-mundurkan kepala dan penisnya berlawanan, membuat Wira memekik kesenangan.

“Ra..nghh enak banget mulutnya”

Wira mempermainkan buah zakarnya, memijatnya dengan lihai, membuat cairan Elang menembak jauh kedalam mulut Wira sedetik setelahnya. Elang menarik penisnya, sisa-sisa spermanya dibiarkan membasahi wajah Wira.

Malam ini terasa sangat panjang dan panas. Wira merosot ambruk menubruk pinggang Elang. Elang menggendongnya pelan-pelan, membiarkannya berbaring nyaman diatas kasur. Lubang Wira masih meneteskan cairan sebab kegiatan tadi. Nafasnya memburu. Terengah. Matanya tak sanggup terbuka lebar. Wira merintih dengan sisa-sisa tenaganya.

Elang menggeleng, malam ini Mahawira sukses masuk subspace,terlihat dari cara ia tak ingin berhenti. Elang yang ngilu sendiri. Takut dirinya kesakitan sebab over stimulation

“Sakit?”

Ditatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, Mahawira jauh dari kata baik-baik saja. Bekas tamparan dan gigitan disekujur tubuhnya tercetak jelas. Belum lagi bekas cekikan dilehernya.

Elang meringis. Pasti sakit. Elang meraih keresek belanjaannya tadi. Selain kondom, ia juga membeli roti, air minum dan tisu basah. Tak lupa membeli Betadine atau Vaseline berjaga-jaga ia akan membutuhkannya. Elang membuka bungkus tisu basah, membersihkan lubang anal dan penis Wira pelan-pelan. Lalu ia menarik tisu basah lainnya, mengelap keringat ditubuh bagian atas Wira.

Elang mengoleskan Vaseline dibeberapa tempat yang pastinya berdampak lecet keesokan harinya. Wira mengerang, ada sensasi dingin yang menyapa beberapa titik tubuhnya.

Elang mengelap tubuh Wira dengan tisu basah yang lain. Mengelap keringat didahi Wira dan membubuhi kecupan agak lama diatas keningnya.

Elang menggendong tubuh Wira pelan-pelan, memindahkannya pada sofa diujung sana, lalu bergegas mengganti sprei dan menarik selimut dari dalam lemari hotel. Elang mengembalikan Wira, membaringkannya nyaman diatas kasur yang sudah diganti spreinya.

Dibawah cahaya bulan menjelang pukul dua malam, Elang menatapi pahatan Tuhan diatas sosok Mahawira. Sosok yang beberapa bulan belakangan membuat Elang mabuk kepayang.

Elang menarik selimut, menariknya hingga sebatas dagu. Tangannya dipakai untuk mengusap pipi Wira yang terlihat tertidur.

”...peluk” racaunya. Maka tanpa basa-basi, Elang menyamankan dirinya setelah mengirim pesan pada seseorang dengan nama kontak Raja Manja di handphone Wira yang hanya terkunci sidik jari saja. Elang meminta Raja untuk menjemput Wira keesokan harinya, karena tahu bahwa Wira takkan sanggup berdiri dengan kakinya sendiri.

Elang menggeser tubuhnya, memeluk Wira pelan-pelan takut membangunkan. Ditatapnya sekali lagi wajah Wira dari samping. Bulu mata yang lentik, bibir ranum merah merona dan hidung mancung. Tuhan dalam mood yang baik saat menciptakan Mahawira Abayomi Langit.

Wira membalik tubuhnya, memeluk Elang tanpa ragu, menyusrukkan hidungnya pada leher Elang. Elang sempat tersentak kaget, namun akhirnya memilih menerimanya. Biasanya Mahawira akan menghilang setelah pukul empat pagi setelah kegaiatan malam mereka. Maka elang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi bisa tidur dengan damai sembari memeluk bidadari manis seperti Mahawira?

“Lo indah banget. Bisa gak sih gak bikin jantung gua ribut begini, Ra?”

Fin

ㅡMeiri🍑

もったいない (Mottainai) [Part 1]

Jung Jaehyun x Lee Hangyul

Notes : Diambil dari AU Gelap karya Meiri dan Nana, selingan doang sambil bangun mood buat lanjutin. Lokal!vibes dan mengandung unsur sara

[Trigger warning; mention insecurities, implicit scene, drugs,smoking,rough, mention sex scene,BXB,etc]

もったいない (Mottainai) secara harfiah artinya boros, namun bisa juga berarti sesuatu yang disia-siakan. Dan bisa saja yang disia-siakan itu adalah sesuatu yang berharga, seperti Mahawira misalnya?

Masuk pukul sembilan, lalu lanjut pergi ke perpustakaan kota, dan balik lagi jam empat buat kelas selanjutnya dan keluar setengah enam malam adalah kesehariannya yang lagi rutin-rutinnya ia jalani sekarang. Mahawira Abayomi Langit. Si anak Lanang perantauan, atau fuckboi Jakarta medok, kalau kata anak tongkrongannya. Ya siapa lagi lah Raja sama Dewa. Gak akan jauh dari situ-situ aja circle dia. Bukannya gak mau bergabung atau hang out sama teman-teman yang lain, yang mana Wira juga anaknya ramah dan bersahaja gitu, yang bisa dibilang orang-orang bakalan nyaman sama dia. Terlebih teman-teman sesama “Jawa”nya juga gak sedikit. Tapi emang Wira mah anaknya gak suka nongkrong gak jelas, hamburin duit di tempat gak berguna, jadi ya dia milih buat membatasi diri aja biar ga boros atau foya-foya. Dia cenderung beli apa yang dia butuhkan daripada yang ia inginkan.

Kalau ke bar atau cafe gitu juga kalau bukan Dewa yang keluar uang, mana mau dia keluar. Sama Raja juga gitu. Raja lebih sering minta diantar beli baju atau sepatu. Lalu berakhir beli makan yang banyak banget sampai perut mau meledak. Tapi bukan maksud Wira matre ya. Wira cuma hidup realistis. Lagian ada masanya Wira yang traktir Dewa sama Raja.

Aneh banget. Kok bisa ya Raja Wira dan Dewa menjadi paket komplit. Kemana-mana selalu bersama, meskipun banyak bertengkarnya. Dimana ada Raja dan Wira, disana akan ada Dewa juga. Raja dan Wira satu kelas, tentu mereka akan lebih sering bersama. Tapi dengan bonus kehadiran seorang Dewa yang literally anak Sastra, yang kadang jadwalnya berbeda, mereka akan tetap terlihat bersama.

Malam ini, Wira dan Raja baru saja mengakhiri kelas. Tangannya merogoh saku mengambil handphone dimana chat masuk mulai ia baca satu persatu. Matanya melebar senang kala melihat SMS masuk dari mbanking. Transferan masuk nih, goda Raja, yang berbalas cengiran sok tampan dari Wira. Setelah menjawab iya dan terimakasih, Wira membuka chat lainnya.

Elang agraria 17

Anak ini. Langganan Wira banget. Gak tahu apa yang membuat Elang betah banget pakai jasa dia. Entah cuma sekedar blow job sekejap, sampai main hingga pagi, Elang akan selalu memesan jasanya.

Sejauh ini, Wira gak masalah selama anaknya gak bocor. Cuma Elang yang tahu. Ya sama Pak Ares juga. Tapi kalau Pak Ares, Wira percaya dia akan tutup mulut. Kalau Elang, kadang-kadang Wira tetap takut. Takut dia tak sengaja membeberkan apa yang selama ini jadi rahasianya. Takut tak sengaja mengungkap siapa Mahawira yang sebenarnya.

Wira juga bingung. Mahawira yang sebenarnya itu yang mana. Anak ibu dan bapak yang rajin belajar, atau sosok manusia nakal dibalik akun michigesseo ,yang bersedia membuka DM untuk jenis transaksi haram dengan menjual tubuhnya setiap malam.

Wira tak tahu. Wira tak tahu yang mana jati dirinya. Yang ia tahu, ia hanya menjalani hidup apa adanya.

Jari-jarinya mengetik pesan balasan pada Elang, memberi kabar bahwa malam ini, di jam yang Elang inginkan,dirinya sudah ada yang memesan. Tersirat rasa kecewa dibalik oh..ok dari Elang di seberang sana. Wira juga tidak bisa menjanjikan apapun yang tak seharusnya ia berikan.

Wira berjalan menuju parkiran bersama Raja, empat langkah didepannya. Terlihat asyik dengan handphonenya. Bodo amat deh kalau dia tersandung. Salah sendiri jalan sambil main hp begitu.

“Wira”

Tangannya digenggam. Langkah Wira terhenti. Elang.

Wira melepas sebelah earphonenya,“ya?” Jawabnya sekenanya.

Elang menggaruk belakang lehernya canggung, sebenarnya Elang sendiri bingung kenapa ia memberhentikan Wira. Elang juga tak menduga bahwa akan berjumpa dengan Wira di parkiran.

“Kalau gak ada yang mauㅡ”

“Ada. Maksudnya ada yang mau gua omongin”

“Oh yaudah. Gimana?”

“Makan malam sama gue,bisa?”

Wira meneguk ludahnya canggung sambil menatap kanan kiri. Dibelakang sana Raja menunggunya ternyata.

“Maaf Lang.. Udah janji sama Raja.” Cicitnya.

Elang menghembus nafasnya pelan lalu mengangguk. Lagipula, ini diluar kendalinya.

“Ya udah deh. Hati-hati ya”

Wira mengangguk dan berpamitan. Berlari kecil menyusul Raja yang berteriak menyuruhnya cepat. Wira mencuri pandang pada Elang lalu meninggalkannya tanpa kata-kata lainnya.

Elang...kenapa jadi menggelikan begini?

“Itu siapa tadi? Bukan dari jurusan kita kan ya?” Raja mengambil helm sambil menatapnya selidik. “Anak agraria” jawabnya sekenanya. Memilih acuh dan memasang helm menyusul Raja.

“Ada urusan apa?”

“Nanyain nomor Pak Ares. Gua bilang nanti gua kirim”

“Mau apa nanyain nomor Mas Ares?”

Wira tertawa kecil lalu mengetuk kaca helm Raja,“kepo banget dih. Mentang-mentang ada yang nanyain nomor sugar daddynya”

Raja meninju perut Wira sambil menjerit sebal. “Goblok! Diem kek anjing?”

“Nyet ah sakit gila”

“Lo sih kayak Dajjal”

“Karena Lo Dajjal”

Sejujurnya, Wira berbohong dengan “punya janji sama Raja”. Karena yang ada, mereka pulang ke rumah masing-masing. Dan Wira membersihkan diri, luar dalam, bersiap untuk bekerja malam ini. Memoles bibirnya dengan lipbalm ceri kebanggaan, menyemprot parfum dan memakai lotion di sekujur badan. Mahawira dengan segala kemolekan tubuhnya. Dengan kemeja putih celana bahan dan berlapis jaket kesayangan, Mahawira mengawali langkahnya. Menjemput pundi-pundi uang untuk menghidupi perutnya seminggu ke depan.

Wira bergegas memasuki kamar 032, kamar yang sudah dibookingnya setiap malam Jumat. Merapikan seisi kamar dan menambahkan wewangian. Menyalakan lilin aromaterapi berwangi bunga mawar, dan mempersiapkan diri. Detak jantungnya berdegup normal. Ada sedikit rasa senang dan tak sabar dalam hatinya. Katakan Mahawira ini gila, sehari tidak “tidur” ,ia akan Tremor parah. Merasa dirinya tidak berguna dan hina, hingga tidak ada seorangpun yang mau menyentuhnya. Candu. Wira kecanduan. Rasanya sesak dan sakit jika tidak ada satu orangpun yang menyentuhnya. Dan itu beberapa kali terjadi. Bukan sekali dua kali Mahawira berakhir sendirian tanpa teman tidur. Membuatnya mengutuk dirinya sendiri. Memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis dengan penuh rasa sesak.

Dan jika sudah begitu, Dewa Arum yang ada di dial nomor daruratnya nomor 5 yang akan segera meluncur untuk menjemputnya. Biasanya dengan Raja. Mereka akan memeluk Wira semalaman, menenangkannya, membisikkannya dengan kata-kata sayang. Hingga Wira tertidur sambil menangis dipelukan keduanya. Hingga keesokan harinya tiba, dan mereka kembali memulai aktivitas seperti biasa.

Wira sungguh sangat menyayangi kedua sahabatnya. Mereka terlalu berharga dan Wira bersyukur karenanya.

Klik

Terlalu lama melamun, akhirnya dirinya melengok ke arah pintu. Clientnya datang. Memberinya perasaan bahagia. Wira berdiri dan tersenyum manis pada client yang baru saja memasuki kamarnya. Pria tinggi tegap, ditangannya terselip rokok yang masih menyala. Balas tersenyum pada Wira diseberang sana. Wira berjalan mendekat,“tetap disitu. Aku akan mendekatimu”

Wira terlihat berhenti dari langkahnya. Memilih duduk saat pria tegap itu mendekat ke arahnya. Wira duduk diujung kasur. Dagunya diraih oleh prianya. Dipaksa mendongak hingga rahangnya mendongak sempurna. Pria itu menghembuskan asap rokoknya sambil memasang seringai. Indah sih. Mahawira maksudnya.

Tangannya dibawa untuk mengelus pipi dan telinga kiri Wira. Terus seperti itu sembari merokok.

Hingga rokoknya menjadi pendek,pria itu menekannya diatas asbak yang tak jauh dibelakangnya. Pria itu kembali pada Wira, mengelus belakang kepalanya lembut dan tersenyum,“sori ya. Ternyata Lo bukan tipe gue. Gua cabut ya?”

Sedetik. Dua detik. Wira mengerjap bengong. Mencerna apa yang baru saja ia dengar.

“Hotelnya udah gue bayar kok. Dan gue juga gak akan minta refund. Lo ganteng sih, tapi gue maunya ngewe sama yang cantik, ramping, gemes gitu. Sori ya. Gue cabut”

Setelah kecupan diatas kening, pria tegap itu benar-benar pergi. Meninggalkan Mahawira di kamar 032 hotel di pinggiran kota, sendirian menertawai apa yang baru saja terjadi.

Satu jam sejak prianya meninggalnya sendirian. Wira memandang lurus pada cermin full body di sisi kasur. Menatapi bayangan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ini bukan kali pertama, tapi rasanya tetap ada nyeri di relung hati. Tetap ada gelenyar tidak menyenangkan yang merambat. Wira mengembuskan napasnya lalu tertawa kecil, lagi-lagi ditinggalkan karena bukan tipe mereka. Kurang apa Wira menjelaskan detail tubuhnya di akun nsfwnya, kurang apa lagi Wira memperlihatkan lekukan tubuhnya.

Maka semakin malam, detak jantungnya makin memburu. Gelisah. Dan pelan-pelan tangannya mulai gemetar dengan keringat dingin.

Wira mendecih lalu meraih handphonenya. Matanya menatap satu persatu kontak yang terakhir dia hubungi. Hendak menghubungi Raja, tapi nama Elang terlihat lebih menjanjikan.

Wira menimbang. Haruskah ia menghubungi Elang, ya Elang kelihatannya mau tidur dengannya malam ini. Lumayan, uang dari Elang jumlahnya selalu memuaskan. Selalu bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan, maka ia memutuskan untuk menghubungi Elang. Dan saat Elang menjawab akan segera datang, Wira merebahkan dirinya diatas kasur. Memejamkan mata sambil meremas handphonenya menunggu.

..

Elang seperti kesetanan. Melajukan motor besarnya dengan kencang memecah jalanan ibu kota. Senang. Rasanya senang akhirnya bisa menghabiskan malam bersama Wira. Entah sejak kapan elang memiliki obsesi pada Wira seperti ini. Jika ditanya Elang adalah salah satu anak orang kaya yang menghabiskan uangnya dengan memesan banyak jalang, jawabannya tidak terlalu benar. Karena ia tidak pernah berganti pasangan, sebelumnya. Sebelum mengenal Wira, Elang hanya akan memesan satu orang saja secara continue. Lalu ia bertemu dengan Wira dengan tak sengaja. Niat awal untuk mencari suasana baru. Namun lama-kelamaan menjadi candu. Elang hanya mau memesan Wira. Hanya mau menghabiskan malam dengan Wira. Hanya mau menghamburkan uang atau barang berharga lain yang tak terpakai dirumahnya untuk Wira. Elang hanya ingin Mahawira.

Tangannya meraih kenop. Membuka pintu kamar 032, belum sempat berucap, tubuhnya ditabrak sosok yang seharian ini ia pikirkan.

Wira agak berjinjit meraup bibir Elang. Melingkarkan kedua tangannya dileher dan bahu Elang. Mengecup dan menciumnya rakus. Elang yang awalnya terkejut, akhirnya mulai mengikuti alurnya. Mulai menikmati sensasi nikmat dari kecupan kecupan rakus milik Wira diatas bibirnya.

Elang mengikis jarak keduanya, memeluk pinggang Wira, menariknya mendekat lalu membiarkan Wira kehabisan nafas. Wira meremas rambut belakang Elang, pasokan udaranya semakin menipis. Lututnya lemas seperti jelly yang senantiasa ditopang oleh Elang. Wira mulai melenguh semakin kencang.

Wira hanya bernafas untuk Elang. Dibawah kendali Elang, ia menyerahkan dirinya sepenuhnya pada elang.

Elang melepas ciumannya. Wira menunduk terengah-engah. Membiarkan dirinya direngkuh dan dipeluk oleh elang yang menertawakan keserakahannya pada tiap kecup yang diambil pada bibir Elang.

Elang mengusap pipi Wira, “gimana kalau tadi yang masuk bukan gue,hm? Lo main cium-cium aja…” Elang mengelus rahang Wira. Menyalurkan rasa nyaman pada Wira yang sekarang terlihat memiringkan kepalanya nyaman terhadap sentuhan kecil itu.

“Hhh..tapi buktinya...hhh itu Lo”

“Percaya diri banget”

“Lagian gue cuma hubungi Lo..”

Elang terkekeh kecil lalu mengecup hidung Wira sebentar. “Mana si tolol itu?”

“Hm?”. “Cowok yang ninggalin Lo”

“Oh.. gak tahu. Pulang beneran kali ya? Gua kan bukan tipe dia, ga cantik, ga ramping, ga seksi..” lalu Wira terkekeh. Tersirat sedikit rasa kecewa yang terpancar dibalik matanya.

Elang membungkam bibir Wira dengan satu kecupan,“bisa diem tidak Mahawira? Hm?”

“Faktanya kan?”

“No. Lo berharga dengan cara Lo sendiri. Lo indah dengan cara Lo sendiri. Persetan dengan standardnya dia. Lo gak pantes rendahin diri Lo kayak gitu”

Wira tertawa, “yang pantes rendahin gua cuma Lo, gitu?” Ujarnya menantang. Lalu Elang mengangguk sombong,“siapa lagi?”

Wira mendekat. Menggesekkan dadanya pada tubuh bagian depan Elang. Berjinjit sedikit mengecup jakun Elang. Lanjut memberi tanda diatas bahu lelaki didepannya. Memeluknya posesif meminta lebih.

“Gatel banget,Ra?” Ejeknya. Wira melenguh saat Elang mulai bermain nakal pada tubuhnya. Meremas pantatnya sensual, membiarkan Wira meminta akses lebih juga. Wira mendekatkan pantatnya pada tangan Elang. Merengek. Mau. Mau itu. Katanya.

“Sstt calm down, sayang. Jangan buru-buru. Nafas dulu. Nafas yang bener”

Wira menggeleng,“ngh Lang...kasarin. Ayo kasarin gue ayo ngh”

Elang kicep. Ia memilih mendudukkan tubuh Wira ditepi kasur,membiarkan Wira mendongak memohon pada Elang.

“Kasarin gimana,hm?”

“Gimana aja terserah Elang…” lagi-lagi merengek. Wira menyusrukkan wajahnya pada perut Elang yang terhalang fabrik kemeja yang ia kenakan.

Elang mengelus pelan-pelan punggung Wira memberinya perlindungan. Tubuhnya sedikit gemetar dalam sentuhan Elang.

Wira mengendus tubuh Elang yang bisa ia jangkau dengan hidungnya. Mengendus adik kecil dari balik celana. Melenguh merengek dan mendesah putus-putus.

“Kasarin...nghh kasarin”

“Ya gimana hm?”

Wira menarik tangan Elang, mengarahkannya pada leher jenjangnya.

“Ini gini. Coba. Gak sakit. Gak akan sakit”

“Gila?” Lalu Wira kembali merengek kala merasakan Elang hendak menjauhkan tangannya dari leher Wira. “hnggg gak akan sakit. Ayo kasarin”

Lalu Elang menjambak belakang rambut Wira, “kalau gua kasar, gua bakalan setengah-setengah. Tapi emangnya Lo sanggup hm gua kasarin?”

Wira membuka mulutnya. Mencoba meraup bibir Elang didepannya. Elang menarik rambut Wira lebih kasar. Menyentak agar Wira menjauh,“jawab dulu..”

“Kalau gua kasar, gua bakal rendahin Lo serendah-rendahnya. Lo mau? Dan gak akan bisa berhenti tengah jalan, ngerti?”

“Ngerti”

Elang terkekeh. Yakin banget Wira mau dikasarin. Elang mencium kening Wira sambil menyeringai,“Lo gak bisa mundur ya”

“Iya..nghh ga mundur. Bikin gua lupa sama cowok tolol tadi ya?”

Elang tersenyum,“iya”. Lalu bibir Elang kembali meraup bibir manis milik Wira. Menjambak rambutnya kencang ke belakang, membiarkan dirinya tunduk dalam kendali Elang saja.

星涙病 Vingyul Oneshoot